2. Pemimpin yang adil dan jujur
Yaitu pemimpin yang dalam kebijakannya selalu disesuaikan dengan hukum Allah, dan dalam tindakannya tidak memihak pada golongan maupun mayoritas, sehingga yang benar dikatakan benar dan diberlakukan dengan benar kendati berasal dari orang kecil (rakyat jelata), dan yang salah dikatakan salah dan ditindak sesuai kesalahannya kendati si pelakunya orang-orang besar dan pejabat teras. Semacam penegasan Nabi Saw terhadap puterinya Fathimah yang seandainya dia mencuri pasti akan dipotong tangannya. Ungkapan yang disampaikan kepada Usamah bin Zaid juru bicara suku Makhzumiyah ketika minta kepada beliau agar membebaskan perempuan Makhzumiyah yang mencuri agar tidak dipotong tangannya, karena dia dari suku terhormat.
Perkataan “imam” atau “pemimpin” di sini, meliputi kepala Negara, hakim tokoh partai, ketua-ketua organisasi, yayasan, tokoh masyarakat dsb. Mereka disebut pempimpin atau imam, karena mereka menjadi panutan masyarakat.
Pemimpin demikian itu diistimewakan, karena termasuk bagian orang langka, lagi pula penentu kondisi sebuah Negara dan masyarakat yang dipimpinnya. Sebab, pada umumnya pemimpin itu selalu pamrih dan demi keuntungan pribadi, keluarga dan golongan. Yang oleh al-Qur’an surat al-An’am 123 diinformasikan kepada kita sebagai warning:
Artinya: Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negara ada pembesar-pembesar Negara berbuat makar (melakukan tipu daya) dalam negara itu. Sedangkan makar yang mereka lakukan itu tidak lain hanya akan menyengsarakan diri sendiri, tetapi mereka tidak menyadarinya.
Sebagai contoh dari salah satu tindakan makar adalah penyelewengan atas keuangan Negara, termasuk aset Negara yang seharusnya diberdayakan untuk kesejahteraan bangsa, bukan untuk memperkaya diri atau untuk kepentingan kelompok. Atau otak-atik ingin meraup keuangan Negara untuk memperkaya diri. Yaaah kira-kira dalam kontek kekinian adalah demi menutup biaya kampanye.