Selasa 09 Nov 2021 22:32 WIB

Pengaruh Pemikiran Barat dalam Penulisan Biografi Rasulullah

Penulisan biografi Rasululah SAW banyak dipengaruhi Barat

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Penulisan biografi Rasululah SAW banyak dipengaruhi Barat. Ilustrasi Rasulullah
Foto:

Alih-alih mengisolasi Al Azhar, pemerintah kolonial Inggris memilih untuk menyusupkan gagasan-gagasan pro-Barat ke kampus itu. Yang ditanamkan ialah perasaan kalah terhadap Barat. 

Para sarjana Muslim dipertontonkan dengan pelbagai pencapaian teknologi dan pemikiran sekuler dari Eropa. Lewat infiltrasi itu, sebagian pemikir Mesir mulai terpengaruh sekulerisme. Mereka meyakini bahwa kemajuan yang dinikmati Barat terjadi lantaran agama ditundukkan di bawah kuasa ilmu pengetahuan dan sains. 

Agama dianggap sebagai sesuatu yang sama sekali berbeda dan terpisahkan dari ilmu pengetahuan. Keduanya tidak mungkin dipertemukan,kata al-Buthy menggambarkan. 

Dalam waktu singkat, bisikan para penjajah itu menguasai orang-orang Islam yang pandangannya silau terhadap progres Eropa modern. Barat saat itu mengedepankan rasionalisme dan empirisisme. Dengan demikian, wahyu atau hal-hal yang transenden tidak dianggap. 

Alhasil, sirah Nabi SAW sejak zaman klasik ditinjaunya kembali. Legasi dari generasi salaf itu dilihatnya dengan perspektif sekuler Barat. Maka buku-buku tentang riwayat kehidupan Rasulullah SAW mulai bermunculan. 

Baca juga: Rasulullah SAW Terbiasa Menahan Lapar Sejak Usia Muda

 

Berbeda dengan sebelumnya, kitab-kitab itu tidak lagi menggunakan riwayat, sanad, dan prinsip sebagaimana yang berlaku dalam ilmu hadis (mustholah hadits). Wahyu tak lagi menjadi tolok ukur kebenaran. 

Dengan metode baru tersebut, para penulis sesat itu lalu menyingkirkan semua hal yang mereka anggap tidak masuk akal (dalam Sirah Nabawiyah), seperti mukjizat (Nabi SAW) dan kejadian luar biasa.Mereka hanya mencitrakan Rasulullah SAW sebagai sosok pemimpin jenius yang hebat, heroik, dan sebagainya, tutur Al Buthy. 

Baca juga: Kian Dalami Islam, Mualaf Thenny Makin Yakin Kebenarannya

Sementara itu, akademisi Mesir yang juga penulis Hayyatu Muhammad(1933), M Husain Haekal menganggap perkara tidak dimuatnya mukjizat dalam sirat sebagai perbedaan perspektif belaka. 

Dalam arti, itu tak ada kaitannya dengan anggapan- anggapan semisal terpukau oleh sekulerisme Barat. Dalam kata pengantarnya untuk buku itu, tokoh yang pernah menjadi menteri pendidikan Mesir itu mengutip Syekh Mustafa al-Maragi yang berkata, Kekuatan mukjizat Nabi SAW hanyalah pada Alquran, dan mukjizat ini sungguh rasional. 

 

Sejarah tidak menyebutkan bahwa mukjizat-mukjizat itu (kejadian yang di luar jangkauan nalar, Red) pernah membuat orang jadi beriman. Malah, bukti mukjizat Tuhan terbesar ialah wahyu yang diturunkan melalui Nabi-Nya, dan perihidup Nabi sendiri dengan akhlaknya yang begitu tinggi, tulis Haekal.      

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement