REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangsa Arab dikenal sebagai bangsa saudagar, pedagang ulung. Maka tak heran, penyebaran saudagar dari Jazirah Arab pun tak terbendung memenuhi sejumlah wilayah di dunia yang seiring berjalan waktu turut serta membawa nafas dakwah Islam.
Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku Api Sejarah mengutip penjelasan dari Alwi bin Tahir Al-Haddad yang menyatakan jumlah saudagar Arab yang ada di dalam sejarah yang dikenal dengan nama Keling sebanyak 850 ribu orang. Bahkan di sepanjang Pantai Malabar, jumlah mereka lebih banyak lagi.
Pelayaran saudagar Arab Muslim menempuh jalan laut niaga. Dari pulau Nikobar, Andaman, Maladiv, mereka berlayar ke Malaka sebagai pusat niaga Muslim di Asia Tenggara.
Di antara kapal-kapal saudagar Arab Muslim itu ada juga yang mengubah perjalanannya sampai ke Madagaskar. Ada pula yang membawa barang dagangan atau komoditi dari Afrika Selatan ke Guinea dan sekitarnya. Kemudian kapal-kapal niaga Muslim tersebut kembali ke Madagaskar.
Seluruh pantai lautan tersebut di atas, dahulu di bawah pengaruh saudagar Muslim yang datang dari Kekhalifahan Muawaiyah (661-750). Yakni ketika pusat pemerintahannya di Damaskus. Kemudian di Pesisir Sindu, India, sudah tersebar pula agama Islam.
Sedangkan Kambai dan Gujarat di India merupakan pusat pedagang-pedagang atau wirausahawan dari Oman, Hadramaut, dan Teluk Persia sejak masa sebelum lahirnya agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Hal ini menjadi lebih kuat jika diingatkan bahwa pada abad ke-2 SM perdagangan dengan Sailan atau Sri Langka sudah seluruhnya di tangan bangsa Arab.
Dalam masalah sejarah masuknya agama Islam ke India, Thomas Arnold mengoreksi ketidakbenaran penulisan sejarah yang memberikan gambaran Islam di India dikembangkan oleh Mahmud Ghazna, Aurangzeb, dengan kekerasan dan kekejaman. Dijelaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar.
Sejarah terjadinya 66 juta Muslim di India adalah dampak dari dakwah yang persuasif dan damai. Mulai diajarkan oleh wirausahawan atau saudagar Arab melalui jalan laut niaga. Informasi sejarah tentang aktivitas pasar di Arabia kurang banyak dipahami oleh sementara sejarawan di Asia.
Hal ini akibat sistem penulisan sejarah masih meniru Barat. Umumnya, sejarawan Barat selalu mengecilkan peranan pasar di Arabia. Kemudian lebih mengangkat dalam penulisan sejarah, peranan pasar di India atau Cina.