Ketiga, menyebutnya perbuatan keji dan perbuatan setan رِجْزٌ مِنْ عمَل الشَّيْطانِ
Keempat, memerintahkan dengan tegas untuk menjauhinya (فاجْتَنِبُوه)
Kelima, menerangkan bahwa menjauhinya adalah sebab keberuntungan (لَعَلَّكم تُفْلحُوْن).
Keenam, menjelaskan akibatnya yang bisa menimbulkan kerusakan dunia (أنْ يُوقِع بينَكُما العَداوَةَ والبغْضَاءَ) dan agama (ويَصُدَّكم عنْ ذِكْرِ الله وعنِ الصَّلاةِ).
Ketujuh, menegaskan perintah menghentikannya dengan gaya bertanya yang bermakna perintah (فهَلْ أنتُم مُنْتَهُون).
Gaya bertanya dengan maksud memerintahkan ini disebut oleh para pakar balaghah sebagai pola ungkapan terkuat untuk memberi perintah, seakan memberi pesan: apakah kalian akan tetap melakukannya setelah semua yang telah dijelaskan tentang bahaya dan kejelekan yang ditimbulkannya?
Penggunaan jumlah ismiyah (أنتُمْ مُنْتَهُون) dalam gaya pertanyaan ini juga lebih mempertegas perintah untuk menjauhinya. Jika diurutkan menjadi begini:
Kalimat (هَلْ أنتُم مُنتَهُون) lebih kuat dari kalimat pertanyaan biasa (هَلْ تَنْتَهُون), sedangkan kalimat (هَلْ تَنْتَهون) sendiri, ia lebih kuat dibandingkan kalimat perintah biasa seperti (ٱنْتَهُوا) "hentikanlah!".
Oleh karenanya, tidak heran jika Umar bin Khattab begitu mendengar ayat ini dibacakan, beliau langsung menjawab: ٱنْتَهَيْنَا ٱنْتَهَيْنَا يا رَبِّ "Kami berhenti, kami berhenti Wahai Tuhanku".
*Pengasuh Hidayatul Qur’an Pesantren Darul Ulum Peterongan, Jombang, Jawa Timur