Demikian pula istri dibolehkan memandikan jenazah suaminya, sebab Abu Bakar Radhiyallahu Anhu mewasiatkan agar yang memandikan jenazahnya adalah istrinya. (Berdasarkan sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Abdurrazaq dalam kitab Mushannaf, no. 6117).
Kaum laki-laki atau wanita dibolehkan memandikan jenazah anak-anak laki-laki ataupun perempuan yang berusia di bawah tujuh tahun. Sebab tidak ada batasan aurat bagi mereka.
Apabila seorang lelaki wafat di antara kaum wanita (tanpa ada seorang lelaki Muslim pun bersama mereka dan tanpa ada istrinya atau ibunya). Demikian pula sebaliknya, bila seorang wanita wafat di antara kaum pria, maka jenazahnya tidak perlu dimandikan, cukup ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara yang hadir menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
Seorang Muslim tidak diperbolehkan memandikan dan menguburkan jenazah seorang kafir, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَلَا تُصَلِّ عَلٰٓى اَحَدٍ مِّنۡهُمۡ مَّاتَ اَبَدًا وَّلَا تَقُمۡ عَلٰى قَبۡرِهٖ
"Dan janganlah sekali-kali kamu menyalatkan jenazah salah seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya" (At-Taubah ayat 84).