Jumat 25 Sep 2020 05:59 WIB

Penjelasan Rinci Mengapa Masker Sholat Saat Pandemi Boleh

Hukum memakai masker pada dasarnya harus dilihat konteks dan illatnya.

Hukum memakai masker pada dasarnya harus dilihat konteks dan illatnya.  Ilustrasi sholat pakai masker.
Foto:

Hukum Masker Ketika Sholat Dalam Kondisi Pandemi

Di masa pandemi Covid-19 ini, kita tentu tahu akronim 3M. Memakai masker. Mencuci tangan. Menjaga jarak. Ini adalah protokol kesehatan dan pencegahan Covid-19 yang merupakan hasil ijtihad dari para ahli epidemiologis dan ahli medis lainnya. Akronim 3M dapat dikatakan sebaga ijmâ’ (konsensus) para ahli. Hasil ijtihad sains semacam ini tentu harus dihormati dan ditaati, sejalan dengan firman Allah SWT:

. . . فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (النحل: 43)

"Tanyalah pihak yang memiliki kompetensi (kapasitas) jika kalian tidak mengetahui…" (QS An-Nahl: 43)

Juga firman Allah SWT:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ... (النساء: 59)

"Wahai orang-orang yang berikan taatilah Allah dan taatilah Rasul serta pemangku kebijakan di antara kalian…" (QS An-Nisa`: 59)

Fokus pada “Memakai masker”, di luar sholat hukumnya sudah jelas makruh tanzih, sebagaimana ulasan di atas. Lalu, bagaimana hukum memakai masker ketika sholat?

Sekali lagi, mari kita tengok ijtihad para fuqaha, dalam hal ini adalah fatwa Al-Azhar , institusi keislaman dan keulamaan yang tidak diragukan kredibilitasnya. 

Di dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa:

1. Memakai masker ketika sholat pada saat pandemi seperti sekarang ini hukumnya boleh, tanpa ada unsur kemakruhan sama sekali;

2. Jika seseorang merasa khawatir atau yakin bahwa ia bisa terpapar virus jika tidak memakai masker (khususnya) ketika sholat, maka hukumnya menjadi wajib.

Fatwa tersebut didasari oleh argumentasi bahwa Menjaga Jiwa (Hifzh an-Nafs) dan menghindarkan jiwa dari segala hal yang membahayakan jiwa adalah salah satu unsur dari lima tujuan utama pemberlakuan syariat (maqâshid as-syarî’ah), demi tegaknya pelbagai kemaslahatan agama dan dunia. Jika unsur ini diabaikan, maka kemaslahatan-kemaslahatan tersebut tentu tidak akan berjalan dengan baik, sebaliknya malah akan tercipta kerusakan, kekacauan dan kebinasaan kehidupan duniawi, serta nasib celaka di kehidupan ukhrawi, sebagaimana ditegaskan oleh Imam As-Syathibi. 

Hal di atas juga dipertegas melalui sebuah kisah historis berikut yang terjadi pada diri seorang sahabat Nabi SAW, yaitu Amr ibn Ash RA.,  yang kemudian menjadi yurisprudensi di dalam fiqih Islam:

عن عبد الرحمن بن جبير، عن عمرو بن العاص، قال: احتلمت في ليلة باردة في غزوة ذات السلاسل فأشفقت إن اغتسلت أن أهلك، فتيممت، ثم صليت بأصحابي الصبح، فذكروا للنبي صلى الله عليه وسلم، فقال: يا عمرو صليت بأصحابك وأنت جنب؟ فأخبرته بالذي منعني من الاغتسال وقلت: إني سمعت أن الله يقول: ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما (النساء: 29) فضحك رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يقل شيئا

Dari Abdirrahman ibn Jubair, dari Amr ibn Ash, ia berkata: Aku mimpi basah (junub) di suatu malam yang dingin di Perang Dzatu as-Salasil. Aku khawatir jika aku mandi (janabah) aku akan hancur (mati/sakit), maka aku pun bertayammum. Lalu aku memimpin sholat Shubuh para sahabatku. Kemudian mereka mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW., beliau pun bersabda: Wahai Amr, apakah engkau memimpin sholat para sahabatmu sedangkan engkau dalam keadaan junub? Maka aku ceritakan alasan yang menghalangiku untuk mandi (janabah). Aku pun berkata: Sesungguhnya aku mendengar Allah SWT. berfirman: Janganlah kalian bunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah adalah Mahapenyayang kepada kalian (QS An-Nisa: 29). Lalu Rasulullah SAW tertawa dan tidak mengatakan apa-apa.

Tidak dapat disangkal, ketakutan dan efek nyata yang ditimbulkan penyebaran Covid-19 jauh lebih mencekam dan dahsyat dibanding apa yang dialami oleh Amr ibn Ash RA di atas. Maka tentu min bâbil awlâ (kategori lebih utama untuk diprioritaskan) membolehkan memakai masker saat sholat ketika pandemi dibanding membolehkan bertayammum saat cuaca dingin menusuk. Bahkan, bukan sekadar membolehkan, bisa jadi level hukumnya naik menjadi mewajibkan, tergantung perkembangan situasi.

Argumentasi di atas dapat diperteguh dengan berbagai kaidah fiqh (al-qawâ’id al-fiqhiyyah), seperti:

1. لا ضرر ولا ضرار (Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain)

2. الضرر يدفع بقدر الإمكان (Bahaya harus dicegah sedapat mungkin)

3. الضرر يزال (Bahaya harus dihilangkan)

4. الدفع أقوى من الرفع (Mencegah lebih baik dari menghilangkan/mengobati)

5. درء المفاسد مقدم على جلب المصالح (Mencegah kerusakan didahulukan dibanding menarik manfaat/kebaikan)

6. الضرورة تبيح المحظورات (Situasi darurat dapat membolehkan apa yang dilarang)

Dan kaidah lainnya yang berkorelasi dengan situasi pandemi saat ini. Namun, karena kaidah-kaidah tersebut sudah masyhur, terlebih di kalangan santri, rasanya kurang tepat untuk menjelaskan secara detail tiap kaidah di atas, agar tidak semakin memperpanjang kalam. Akhirnya, maskerku menjagamu, maskermu menjagaku. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam

 

* Alumni Universitas Al-Azhar Kairo Mesir 

 

CATATAN KAKI:

  •  حدثنا أبو سعيد سفيان بن زياد المؤدّب، حدثنا محمد بن راشد، عن الحسن بن ذكوان، عن عطاء، عن أَبي هريرة، قال: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يغطي الرجل فاه في الصلاة (سنن إبن ماجه، الحافظ أبي عبد الله محمد بن يزيد القزويني، كتاب إقامة الصلاة والسنة فيها، رقم الحديث: 966, ج: 1، ص: 310، دار الريان للتراث، القاهرة، مصر)
  • حدثنا محمد بن العلاء، وإبراهيم بن موسى، عن ابن المبارك، عن الحسن بن ذكوان، عن سليمان الأحول، عن عطاء، - قال إبراهيم عن أبي هريرة، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم: نهى عن السدل في الصلاة، وأن يغطي الرجل فاه (سنن أبي داود، الحافظ أبي سليمان بن الأشعث السجستاني، كتاب الصلاة\تفريع أبواب الإمامة، رقم الحديث: 643، ص: 131، دار الفكر، بيروت، لبنان: 2001)
  • المجموع شرح المهذب للشيرازي، الإمام أبو زكريا محيي الدين بن شرف النووي، كتاب الصلاة، باب ستر العورة، ج: 3، ص: 128، دار عالم الكتب، الرياض، المملكة العربية السعودية: 2006
  • أصول الفقه الإسلامي، الدكتور وهبة الزحيلي، ج: 1, ص: 85-86، دار الفكر المعاصر، بيروت، لبنان: 2001 
  • الدليل الشرعي للتعامل مع فيروس كورونا المستجد (كوفيد-19)، ص: 52-53، مركز الأزهر العالمي للفتوى الإلكترونية، القاهرة، مصر: 2020 
  • الموافقات في أصول الشريعة، أبو أسحاق الشاطبي، ج: 2، ص: 6-8، المكتبة التوفيقية، القاهرة، مصر: 2003
  • المستدرك على الصحيحين، الإمام أبو عبد الله الحاكم محمد بن عبد الله النيسابوري، كتاب الطهارة، رقم الحديث: 629، ج: 1، ص: 285، دار الكتب العلمية، بيروت، لبنان: 1990 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement