Rabu 23 Sep 2020 05:15 WIB

Perpustakaan, Simbol Tradisi Membaca dalam Islam

Perpustakaan pertama dalam Islam dapat dijumpai pada masa kekhalifahan Bani Umayyah.

Perpustakaan, Simbol Tradisi Membaca dalam Islam. Ilustrasi
Foto:

Perpustakaan khusus, atau perpustakaan-perpustakaan pribadi, berada di setiap negeri di kawasan Timur dan Barat dunia Islam. Amat jarang didapati seorang ulama yang tidak punya perpustakaan berisi koleksi buku.

Perpustakaan pada masa peradaban Islam dahulu, antara lain Perpustakaan Al-Fath bin Khaqan (terbunuh pada 247 H). Al-Fath memiliki perpustakaan yang begitu luas, beliau mengamanatkan pengumpulan buku-bukunya kepada seorang ulama dan sastrawan pilihan pada masanya, yaitu Ali bin Yahya Al-Munjim. Di perpustakaannya terkumpul buku-buku hikmah yang sama sekali belum pernah dihimpun di perpustakaan hikmah sendiri.

Kemudian Perpustakaan Ibnu Khasyab. Ibnu Khasyab (wafat tahun 567 H) ialah orang paling ahli terhadap nahwu (gramatika Arab). Pengetahuannya tentang tafsir hadits, logika (manthiq) dan filsafat amat luas. Kegemarannya ini memaksanya menempuh jalan tidak terpuji dalam mengumpulkan buku.

Perpustakaan Jamaludin Al-Qifthi (wafat tahun 646 H). Beliau mengumpulkan buku-buku yang tidak bisa digambarkan, perpustakaannya selalu dituju orang-orang dari berbagai penjuru, karena mengharapkan kedermawanannya. Beliau tidak mencintai dunia selain buku-bukunya. Beliau mewakafkan dirinya untuk buku-buku, dan mewasiatkan perpustakaannya yang bernilai lima puluh dinar kepada An-Nashir.

Perpustakaan Bani Jaradah Al-Ulama di Haleb, salah seorang dari bani tersebut Abu Hasan bin Abi Jaradah (548 H) menulis dengan khatnya buku-buku berharga sebanyak tiga lemari. Satu lemari untuk anaknya, Abu Barakat, dan satu lemari untuk anaknya, Abdullah.

Berita mengenai perpustakaan pada masa kebudayaan Islam Klasik di atas sampai kepada generasi sekarang melalui buku. Sehingga perpustakaan mempunyai fungsi sebagai pelestari dan sumber informasi kebudayaan pada masa lampau.

Para pemimpin pada masa itu memberikan perhatian secara khusus kepada orang orang yang mempunyai kemampuan menulis dan kegemaran membaca. Mereka diberikan kebebasan berekspresi melalui karya-karyanya. Sehingga waktu itu lahir tokoh tokoh terkenal seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan empat orang imam madzhab.

Para Khalifah amat memperhatikan keberadaan sebuah buku. Meskipun saat itu terdapat buku yang kontroversial, namun tidak ada kisah yang menyatakan bahwa khalifah pernah membakar buku. Karena mereka menyadari bahwa dengan bukulah pendidikan bisa dijalankan.

Untuk mengembangkan perpustakaan, fasilitas penelitian dan penerbitan juga diperhatikan. Jangan dibayangkan buku yang ada di perpustakaan masa lalu itu sama dengan sekarang.

Bentuk buku pada waktu itu belum sepraktis seperti sekarang. Meskipun kertas sudah ditemukan, ada yang meriwayatkan masih ada beberapa buku dibuat dari lontar. Dengan demikian, keberadaan perpustakaan dan aktivitas penulisan mengharuskan khalifah mengembangkan teknologi pengolahan kertas.

Keberadaan perpustakaan Islam pada masa lalu baru dikembangkan kembali pada abad 20. Terutama yang menyangkut klasifikasi, gerakan penulisan, dan pengumpulan koleksi-koleksi dari umat Islam yang pernah hilang. Beberapa di antaranya dapat ditemukan di perpustakaan-perpustakaan Barat, seperti di Universitas Leiden. Aktivitas seperti itu perlu kita dukung demi mengembalikan kejayaan tradisi membaca di kalangan umat Islam.

https://www.suaramuhammadiyah.id/2016/04/29/perpustakaan-simbol-tradisi-membaca-dalam-islam/

 

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement