REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kabid Keilmuan DPD IMM DIY Ajib Purnawan
JAKARTA -- Istilah perpustakaan selalu identik dengan buku yang berjajar rapi menurut klasifikasinya. Perpustakaan merupakan gudang ilmu yang terbilang murah di tengah mahalnya harga buku-buku.
Memang ada perpustakaan yang mengenakan tarif, tapi itu tidak terlalu besar dan hanya sekali bayar pada saat registrasi. Kita kenal perpustakaan sekolah, perpustakan desa, perpustakaan daerah, perpustakaan universitas hingga perpustakaan pribadi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perpustakaan kini tidak hanya dalam bentuk buku saja, namun sudah berbentuk digital.
Keberadaan perpustakaan tidak berdiri sendiri dan selalu erat dengan produksi buku-buku. Perpustakaan yang kita kenal saat ini adalah tempat koleksi buku, tempat mencari informasi, dan sekaligus sistem peminjaman buku.
Pertumbuhan Perpustakaan
Cikal bakal lahirnya perpustakaan dalam peradaban Islam sebenarnya sudah ada semenjak aktivitas pengumpulan mushaf Al-Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar (2 H). Kegiatan tersebut dilanjutkan Usman bin Affan yang berhasil membukukan Al-Qur’an.
Aktivitas pengumpulan dan pembukuan Hadits terjadi saat Umar bin Abdil Aziz memimpin Bani Umayyah. Namun karya-karya besar tersebut belum disimpan dalam sebuah tempat khusus atau perpustakaan yang bisa diakses oleh umum, baru orang-orang penting yang punya hak membacanya. Hal ini dilakukan denga berbagai pertimbangan, misalnya akan terjadi pemalsuan Qur’an ataupun Hadits.
Perpustakaan pertama dalam Islam dapat dijumpai pada masa kekhalifahan Bani Umayyah. Perpustakaan yang terkenal pada masa itu terletak dalam masjid Agung Umayyah. Akses perpustakaan masjid ini terbatas pada umat Islam, sedangkan umat beragama lain tidak bisa mengaksesnya.
Perpustakaan besar Islam pertama adalah Baitul Hikmah yang didirikan pada awal abad IX M oleh Khalifah Harun. Suatu lembaga menyerupai universitas yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks penting, semisal karya-karya Yunani klasik.
Baitul Hikmah telah mendatangkan efek yang penting bagi kehidupan intelektual waktu itu serta menjadi referensi umum. Selain Baitul hikmah, masjid-masjid di kota Baghdad dilengkapi dengan perpustakaan. Di Shiraz juga terdapat perpustakaan yang mulai menggunakan klasifikasi buku berdasarkan tempat asalnya. Riwayat perpustakaan di Baghdad menurut keterangan para sejarawan berakhir setelah bangsa Tartar menyerang Baghdad.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, di Mesir juga berdiri perpustakaan Bani Fathimiyah. Begitu juga di Spanyol yang waktu itu berada di bawah kekhalifahan Umayyah Barat. Dengan demikian, tiga Dinasti Islam (Abbasiyah, Umayyah Andalusia, dan Fathimiyah) merupkan generasi awal umat Islam yang memiliki perpustakaan besar.
Dalam perkembangannya, perpustakaan dibagi menjadi dua jenis, yaitu perpustakaan umum dan perpustakaan khusus. Sejarah peradaban Islam mencatat sedikitnya ada lima perpustakaan umum dan perpustakaan khusus yang memiliki nilai sejarah.