Sabtu 11 Jun 2022 17:29 WIB

Catatan Kritis Ibnu Al Jauzi Terkait Praktik Tasawuf yang Menyimpang

Praktik tasawuf menyimpang kerap tak didasari ilmu syariat

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi praktik tasawuf menyimpang. Praktik tasawuf menyimpang kerap tak didasari ilmu syariat
Foto:

Ahlush Shuffah adalah sekelompok orang-orang fakir umat Islam yang datang kepada Nabi ﷺ tanpa memiliki sanak keluarga ataupun mempunyai harta. Mereka dibuatkan tempat untuk berteduh di serambi atau beranda Masjid Rasulullah. Sebab kecenderungan itulah mereka disebut Ahlush Shuffah, orang-orang yang menetap di areal Masjid Nabi Muhammad ﷺ.  

Dari al-Hasan, dia mengutarakan: “Dibuatkan tempat berteduh bagi kaum dhuafa (fakir miskin), hingga kaum Muslimin memberikan sebagian rezekinya untuk mereka, semampunya.”  

Mereka tinggal di Masjid karena terpaksa, dan mereka memakan sedekah karena terpaksa. Buktinya, sesudah Allah memberikan kelapangan kepada kaum Muslimin, mereka keluar dari kondisi semacam ini dan tidak lagi tinggal atau menetap di beranda masjid.  

Dengan demikian, penisbatan sufi (صُوْفِي= penganut tasawuf) kepada Ahlush Shufah adalah keliru. Sebab, jika memang demikian, maka kata yang digunakan semestinya adalah Shufi (صُفِيٌ). 

Kalangan lain berpendapat bahwa sufi berasal dari kata shufanah, artinya sayuran yang keras dan pendek. Para sufi dinisbatkan kepada sayuran ini karena merasa cukup dengan memakan tumbuh-tumbuhan padang pasir. Ini juga keliru, karena jika benar mereka dinisbatkan pada sayuran ini, tentu mereka disebut Shufani.  

Menurut kalangan lainnya, sufi dinisbatkan kepada shufah, yaitu bulu yang tumbuh di bagian belakang leher. Karena halusnya, seakan-akan mereka terhubung dengan Khaliq (Allah Subhanahu wa Ta'ala) dan dipalingkan dari makhluk. 

Yang lain berpendapat berbeda, tidak seperti itu. Terlepas dari semua persepsi tersebut, yang benar bahwa sufi dinisbatkan kepada shuf. Pendapat ini mungkin tepat, namun yang sahih adalah pendapat yang pertama.  

 

Kemudian kelompok-kelompok ini terpecah menjadi banyak sekali tarekat, sehingga aqidah mereka pun rusak. Di antara sufi ini ada yang menganut paham hulul (keyakinan terkait menitisnya Khaliq kepada makhluk, 'kita berlindung kepada Allah dari paham ini'), dan ada pula yang menganut paham ittihad (keyakinan terkait menyatunya Khaliq dengan makhluk).      

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement