Selasa 31 May 2022 20:33 WIB

Dasar Hukum Menyetel Murattal Sebelum Adzan

Rahmat Allah akan didapatkan apabila seseorang mendengarkan Alquran dengan baik.

Masjid Hubbul Wathan di komplek Islamic Center Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. (ilustrasi). Dasar Hukum Menyetel Murattal Sebelum Adzan
Foto:

Pada dasarnya, tidak ditemukan riwayat tentang amalan tertentu yang dilakukan sebelum Adzan dikumandangkan, termasuk membaca atau memperdengarkan al-Qur’an baik secara langsung atau pun dengan rekaman murattal dari jam digital. Membaca dan memperdengarkan al-Qur’an merupakan persoalan ibadah, tetapi berkaitan dengan persoalan muamalah jika dikeraskan bacaannya termasuk seperti dengan memutar rekaman murattal. Membaca dan memperdengarkan al-Qur’an sebagai ibadah terdapat dalam QS. al-A‘raf (7) ayat 204 berikut,

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ.

Apabila dibacakan al–Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.

Rahmat Allah akan didapatkan apabila seseorang mendengarkan al-Qur’an dengan baik. Namun, jika kaitannya dengan rekaman murattal sebelum Adzan yang disalurkan melalui pengeras suara, hal tersebut tentu berkaitan dengan persoalan muamalah sehingga harus melihat keadaan sekitar.

Di beberapa tempat seperti kota-kota besar, sebelum Adzan dikumandangkan banyak orang yang masih sibuk bekerja ataupun mulai bersiap-siap istirahat sehingga tidak bisa menyimak bacaan murattal dengan tenang. Adapun terkait mengingatkan orang akan waktu salat, sesungguhnya hal tersebut merupakan fungsi Adzan sehingga tidak perlu diputarkan rekaman murattal.

Sekalipun memperdengarkan al-Qur’an itu baik, namun dapat berpotensi mengusik beberapa orang di masyarakat jika disalurkan pada pengeras suara di waktu yang tidak tepat. Misalnya jika diputar jauh sebelum waktu Adzan Subuh ketika orang-orang masih beristirahat.

Bahkan sebelum Adzan salat fardu lainnya, biasanya sudah ada jamaah yang hadir dan menunaikan salat tahiyatul masjid atau ibadah lainnya sehingga rekaman murattal dengan pengeras suara tersebut berpotensi mengusik kekhusyukan ibadah lain yang sedang dilakukan pada waktu yang bersamaan. Berhubungan dengan persoalan muamalah tersebut, terdapat hadis sahih sebagaimana berikut,

عَن اَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ قَالَ: اعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ فَكَشَفَ السِّتْرَ فَقَالَ: أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ  أو قَالَ: فِي الصَلَاةِ.

Dari Abu Sai’d al-Khudri ra. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw sedang melakukan iktikaf di masjid, kemudian beliau mendengar para sahabat mengeraskan bacaannya. Lalu beliau pun membuka tutup tabir (semacam gorden) seraya berkata: Ingatlah, sesungguhnya kamu sekalian itu sedang bermunajat terhadap Tuhannya, maka jangan sampai sebagian darimu mengganggu (menyakiti hati) sebagian yang lain, dan jangan mengeraskan suara yang ditujukan sebagian pada yang lain dalam membaca (al-Qur’an) atau ia (Rasulullah saw) bersabda, di dalam salat [HR. Abu Dawud, No. 1332].

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement