Kamis 10 Feb 2022 01:13 WIB

Kiprah Al-Ghazali dan Zaman Keemasan Islam

Kiprah Al-Ghazali dan Zaman Keemasan Islam.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.
Foto:

Diungkapnya, Al-Ghazali telah mulai sebagai seorang yang skeptis selama fase awal ketika ia datang untuk membaca risalah filosofis Yunani yang ditulis oleh sarjana Muslim terkemuka seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina. Lalu Al-Ghazali menulis risalah filosofis pertamanya, Maqasid al-Falasifa. Al-Ghazali dalam filsafat agamanya pernah berpandangan bahwa Tuhan adalah titik pusat dari seluruh kehidupan manusia yang berperan langsung dalam segala urusan dunia.

Sejak 1095, sebuah krisis mengubahnya, dan dia merasa bahwa filsafat Yunani tidak memiliki ketulusan intelektual sebagai argumentasi. Hingga kemudian dia menulis bukunya yang monumental, "Tahaful al Falasifa" dan "The Incoherence of the philosophers."

"Saat itu, umat Islam dalam sikap mereka terhadap filsafat Yunani dan pengaruh barat dibagi menjadi dua yaitu Asy'ariyah yang menentang setiap inovasi teologi Islam, dan Muktazilah yang percaya pada pemikiran liberal dan memanfaatkan filsafat Yunani,"kata dia.

Al-Ghazali, lanjutnya, mengkritik para pemikir yang mendukung alirah Muktazilah yang menyebabkan sebagian besar sejarawan dan kritikus menyebut al-Ghazali bertanggung jawab atas jatuhnya Zaman Keemasan Islam. Dia menentang pemikiran Yunani dan menganggapnya terlalu sesat dan merusak pemikiran Islam.

"Saya tidak mengerti mengapa al-Ghazali merasa bahwa filsafat Yunani akan merusak iman Islam. Filsafat Yunani berbicara secara historis datang beberapa abad sebelum kelahiran Islam. Dengan demikian Islam sebagai akidah modern dapat dengan logika dan akal yang lebih baik mengoreksi dan memperbarui ideologi yang datang sebelumnya," jelas Chaudhry.

Jika Ghazali adalah seorang ahli ilmu agama dan mistik yang hebat untuk menulis lebih dari 40 buku untuk membela mereka, mengapa dia takut akan pengaruh Yunani yang akan datang dan tren baru dalam pengetahua. Karena sebagai seorang filsuf, dia pasti tahu bagaimana ide-ide baru lahir dan ide-ide lama dibuang.

"Ketakutan dan frustrasinya atas pengetahuan baru begitu parah sehingga menjelang kehidupan selanjutnya, ia mengundurkan diri dari posisi terhormatnya sebagai Profesor dan meninggalkan negaranya untuk mengembara di tanah Arab sebagai seorang mistikus," papar Chaudhry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement