REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum dakwah Islam datang, perempuan di masa jahiliyah kerap dianggap separuh manusia atau bahkan lebih buruk dari itu. Jangankan untuk mendapatkan warisan, untuk didengarkan hak bersuara saja, perempuan ditolak.
Namun, ketika Islam datang, hal demikian berangsur-angsur hilang secara bertahap. Dengan mulanya suara perempuan didengar, hak hidup hingga rohaninya pun dipenuhi.
Maka dalam Islam, segala hal yang berhubungan dengan aktivitas lahir dan batin manusia selalui diatur dalam hukum syariat. Salah satunya tentang waris. Dan inilah awal mula mengapa hak waris perempuan dalam Islam diakui.
Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan para Ulama menjelaskan, dahulu bangsa Arab di zaman jahiliyah hanya mewariskan hartanya kepada kaum laki-laki dewasa seraya mengabaikan perempuan mereka. Pada suatu hari seorang perempuan janda Sa'd bin Rabi datang bersama kedua anak perempuannya menghadap Rasulullah SAW.
Dia berkata, "Ya Rasulullah, kedua anak perempuan ini adalah putri-putri Sa'd. Dia terbunuh dalam medan perang Uhud dan kini paman kedua anak ini mengambil seluruh harta peninggalan Sa'd dan tidak meninggalkan apapun bagi keduanya. Sedangkan mereka tak mungkin memperoleh suami kecuali apabila mereka memiliki harta."
Mendengar hal itu, Rasulullah SAW terdiam sejenak lalu berkata, "Mudah-mudahan Allah menurunkan keputusan tentang hal ini."
Selanjutnya...