Selasa 11 Jan 2022 20:46 WIB

Menyoal Perjanjian Najran: Jawaban Atas Prof Quraish Shihab 

Validitas naskah perjanjian Najran dipersoalkan sejumlah peneliti

Validitas naskah perjanjian Najran dipersoalkan sejumlah peneliti. Ilustrasi Padang Pasir
Foto:

Oleh : Ahmad Biyadi, Wakil Rektor I Institut Agama Islam Al-Qolam Malang Jawa Timur.

Akan tetapi Prof Muhammad Humaidillah, peneliti naskah-naskah Islam asal India menelusuri dan hanya menemukan naskah-naskah tersebut di Pratologia Orientalis.

Humaidillah memberikan catatan bahwa naskah tersebut dibuat-buat. Dia menyatakan, “Tidak ditemukan keraguan bahwa dua teks tersebut dari maudhu’at.” (Lihat: Muhammad Humaidillah, Majmu’ah al-Watsaiq li al-Ahd an-Nabawi wa al-Khulafa ar-Rasyidin, Naskah No  96 dan 97 (Beirut: Dar Nafais, 1987) hal 180.) 

Ali Al Ahmadi, yang juga peneliti naskah-naskah Islam dalam Makatib ar-Rasul SAW, dia pun menyebutkan dua naskah ini. Sebelum dia menyebutkan isi dari dua naskah, dia mengatakan, “Saya menampilkan dua naskah tersebut dari kitab Watsaiq, selain karena penulisnya menyebutnya sebagai maudhu’at, juga adanya konteks penulisan yang janggal.”

Di akhir, setelah mengutip dua naskah itu, Ali al-Ahmadi juga menulis, “Saya menampilkan dua naskah ini – meski keduanya janggal – agar buku ini tidak kurang dalam menampilkan naskah-naskah yang dinisbatkan pada Rasulullah SAW, serta agar jelas bagi para pengkaji sejarah bahwa dua naskah tersebut janggal.”

Kemudian Ali al Ahmadi menjelaskan ada delapan catatan mengapa dua naskah tersebut janggal, di antaranya:  

1. Para pengkaji naskah Nabi SAW dan menggelutinya secara mendalam serta memahami gaya bahasa (uslub) Rasulullah SAW dalam menyusun redaksi akan tahu bahwa dua naskah tersebut tidak sesuai dengan gaya bahasa beliau (seperti yang saya urai di mukadimah).

Dua naskah tersebut justru lebih mirip dengan gaya bahasa Dinasti Umawiyah akhir dalam tathwil (berlantur-lantur) dan ishab (tidak lugas), serta ada pengaruh gaya ‘ajami (non-Arab) di dalamnya yang dapat diketahui oleh pengkaji bahasa Arab Jahiliyah dan awal Islam

2. Dua naskah tersebut hanya ada di Pratologia Orientalis (مجموعة تأليفات الآباء الشرقيين) dan tidak pernah dikutip dalam catatan sejarah manapun 

3. Pemosisian kaum Nashara dalam naskah tersebut memunculkan keraguan. Hal itu karena dalam naskah itu seolah Kaum Nashara meminta balas budi dari bantuan dan pertolongan yang pernah diberikan pada Umat Islam, khususnya oleh Nashara Najran dan sekitarnya. Hal itu bertentangan dengan sejarah

Harits bin Abi Syamr al-Ghassani (Pemimpin Gassan) yang bersekongkol dengan Romawi justru terang-terangan memerangi Nabi SAW, bahkan dia yang membunuh Farwah bin Amr al-Judzami (salah satu sahabat Nabi SAW). Selain itu Nashara Najran menolak masuk Islam hingga mengucapkan sumpah mubahalah dan lebih membayar jizyah

Baca juga: Gus Baha: Dulu Orang Berkorban untuk Negara, Kini Malah Meminta 

Dari hal itu, dimana letak pertolongan dan bantuan yang disebutkan di dalam naskah, hingga mereka berhak meminta balas budi

4. Pada naskah pertama ungkapan negatif pada Kaum Yahudi sangatlah keras hingga seperti cacian. Padahal tidak semua Kaum Yahudi memusuhi Islam. Yahudi Yaman justru membantu dan bahkan masuk Islam. Cacian sekeras itu jelas memunculkan keraguan 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement