Rabu 21 Jul 2021 17:28 WIB

Rujuk Fatwa Ulama Maroko, Contoh Kasus Panjangkan Jenggot 

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum memelihara jenggot

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum memelihara jenggot. Laki laki yang sedang mencukur kumis dan jenggot  (ilustrasi).
Foto:

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir

 

Kedua, dalam hadits sahih yang lain, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa memanjangkan jenggot ini sebagai salah satu dari sepuluh hal yang dikategorikan sebagai fitrah. 

عَشْرٌ من الفِطْرة: قَصُّ الشَارب، وإعْفَاء اللِّحْية، والسِّواك، وَاسْتِنْشَاقُ الماء، وقص الأظْفَار، وغَسْل البَرَاجِم، ونَتْف الإبْط، وحلق العَانة، وانْتِقَاصُ الماء» قال الراوي: ونَسِيْتُ العاشرة إلا أن تكون المَضْمَضَة. قال وكِيع - وهو أحد رواته - انْتِقَاص الماء: يعني الاسْتِنْجَاء

"Sepuluh hal termasuk fitrah (yaitu) mencukur kumis, memanjangkan jenggot, bersiwak, instinsyaq, memotong kuku, mencuci sela-sela jari, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, istinjak." Rawi mengatakan, "Saya lupa yang kesepuluh, tapi mungkin berkumur-kumur."     

Kebanyakan yang disebutkan dalam hadits ini adalah sunnah. Hanya dua hal yang terjadi khilaf antara ulama, antara wajib atau sunnah, yaitu madhmadhah (berkumur-kumur) dan istinsyaq. Sebagian besar ulama tetap berpendapat bahwa kedua hal itu sunnah.  

Berdasarkan hal ini, maka memanjangkan jenggot hukumnya juga sunnah karena ia disebutkan dalam daftar amalan yang hukumnya sunnah. Kalau dikatakan memanjangkan jenggot adalah wajib, sementara amalan lainnya yang disebutkan bersamanya adalah sunnah, berarti kata 'fitrah' di awal hadits tidak dipahami maknanya, karena ia digunakan untuk sesuatu yang bersifat sunnah dan wajib dalam saat bersamaan, dan ini sesuatu yang jauh dari uslub (gaya bahasa) Nabi yang memiliki karakter jelas, gamblang dan mudah dimengerti.  

Ketiga, Umar bin Khattab sendiri memiliki kumis yang panjang. Kalau ia marah, ia akan 'memelintir' (يفتل) kumisnya, sebagaimana diriwayatkan Imam Malik dalam kitab Muwaththaˋ. Ini artinya Umar menilai bahwa perintah Nabi untuk mencukur habis kumis bukanlah sesuatu yang wajib. Kalau itu wajib, tidak mungkin Umar akan mengabaikannya. 

Tentu masih banyak lagi argumentasi yang disampaikan Syekh Abdul Aziz dalam bukunya itu untuk memperkuat pendapat bahwa memanjangkan jenggot itu hukumnya sunnah dan mencukurnya adalah makruh.

Dalam hal ini berarti ia sependapat dengan banyak ulama dulu dan sekarang, seperti Imam Ibnu Qudamah Al Hanbali, Imam An Nawawi Asy Syafi'iy, Imam Qadhi 'Iyadh Al Maliki, Imam Syaukani, dan lain-lain. Pendapat ini juga yang dianut Darul Iftaˋ (Lembaga Fatwa) Mesir dan mayoritas ulama Al Azhar.   

Jika ada pertanyaan, apakah perubahan pendapat di kalangan ulama itu selalu dari yang 'keras' kepada yang 'toleran'? Kita katakan, kebanyakannya memang demikian, walau tidak semuanya. Karena perubahan pendapat mereka didasarkan pada kajian dan analisa.

Seseorang yang meluaskan bacaannya dan melihat satu masalah dari berbagai sudut pandang, ia akan lebih lapang, karena ia menemukan dalil dan argumentasi yang tidak ia temukan sebelumnya. Dari sinilah mengapa perubahan pendapat itu seringnya dari 'keras' ke 'lunak', dari 'sempit' ke 'lapang', dari 'hanya ini yang benar' ke 'ada banyak pendapat'. 

Perubahan pendapat ini bisa terjadi kalau perbedaan dalam masalah fiqih masih dinilai sebagai 'pendapat', bukan 'keyakinan'. Kalau sudah dianggap sebagai 'keyakinan' tentu orang yang merubah keyakinan akan dianggap sebagai 'kafir', dan orang yang tidak se-keyakinan juga dicap kafir. Inilah problem utamanya. Masih banyak yang tidak bisa membedakan mana ranah 'keyakinan' yang mesti dipegang kuat-kuat, dan mana ranah 'pendapat' yang bisa saja berubah-ubah.

 

والله تعالى أعلى وأعلم   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement