Selasa 13 Jul 2021 05:05 WIB

Hakikat Qurban dalam Islam

Kita diperintahkan bersuka cita karena qurban adalah rahmat.

Hakikat Qurban dalam Islam. Sholat Idul Adha 1441 H di lingkungan Masjid Al-Azhar, Jakarta, Jumat (31/7/2020).
Foto:

Bersyukur atas Nikmat Allah SWT

Kurban merupakan momen sukacita yang menjadi salah satu dari rangkaian hari raya Idul Adha. Dalam hari raya tersebut kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk bersyukur terhadap segala nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita. Allah SWT berfirman,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Artinya:

“Maka ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” (QS al-Baqarah : 152)

Maka dari itu umat Islam diperintahkan untuk menyembelih kurban sebagai manifestasi dan simbol rasa syukur terhadap Allah SWT. Setelah menyembelih kurban kita disunnahkan untuk memakannya dan membagikannya kepada fakir miskin dan orang yang membutuhkan. Karenanya kurban mencerminkan makanan yang baik dan diridhai Allah SWT. Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-baqarah :172)

Bersyukur dengan cara ini patut dilaksanakan, karena orang yang bersyukur terhadap nikmat Allah SWT akan mendapat tambahan nikmat dan ampunan dari Allah SWT. Seperti yang difirmankan Allah SWT,

مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا

Artinya:

“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman?. Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui”. (QS. An-Nisa : 147)

---

[1] Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pengembangan HPT (II) : Tuntunan Idain dan Qurban, t.t., hlm. 20.

[2] Imam al-Khatib asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani al-Minhaj; Dar al-Ihya wa at-Turats, Beirut juz 6, hlm.122.

[3] Ibid.

[4] Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pengembangan HPT (II) : Tuntunan Idain dan Qurban, t.t., hlm. 20.

[5] Imam Taqiyyuddin al-Hishni, Kifayat al-Akhyar fi Halli Ghayat al-Ikhtishar, hlm. 291.

[6] Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tarikh ath-Thabari; Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 2005, Juz 1, hlm. 165.

Link artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement