Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr Hasanuddin Abdul Fatah menyampaikan, dalam kondisi normal, tentu satu jenazah dimakamkan di satu liang lahat. Namun hal ini berbeda bila keadaannya darurat di mana ada banyak jenazah tetapi luas lahan pemakaman yang ada tidak memadai.
"Ini tentang kemaslahatan dalam keadaan darurat. Memang harusnya satu jenazah itu satu liang lahat. Tetapi ini dalan keadaan normal. Kalau dalam kondisi darurat sepertu waktu dulu saat terjadi bencana tsunami di Aceh, dan juga seperti sekarang ini (pandemi Covid-19), mengapa tidak dikubur secara massal jika lahannya sudah tidak cukup," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (2/7).
Allah SWT berfirman dalam Surah 'Abasa ayat 21, "Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur". Kemudian, dalam Surah At-Taghabun ayat 16, Allah SWT juga berfirman, "Maka bertakwalah kami kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah".
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Dan apabila aku perintahkan kepadamu tentang satu perkara, maka kerjakanlah semampumu."
Guru Besar Ushul Fiqih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menjelaskan, ada beberapa kaidah fiqih yang menjadi landasan dibolehkannya pemakaman massal dalam situasi darurat. Dia menyebutkan, di antaranya ialah keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang. Meski begitu, sebagaimana dalam kaidah lain, segala hal yang dibolehkan karena darurat harus diukur sesuai kadar.