Senin 08 Feb 2021 17:17 WIB

Mengambil Pelajaran dari Tiga Orang Suku Bani Israil

Kisah ini merupakan dua gambaran sifat yang dimiliki oleh manusia.

Mengambil Pelajaran dari Tiga Orang Suku Bani Israil
Foto:

Merasa Lupa dan Merasa Diawasi Allah

Kisah diatas merupakan dua gambaran sifat yang dimiliki oleh manusia. Pertama, ada manusia ketika dia susah ingat kepada Allah, namun ketika dia diberi nikmat yang melimpah dia lupa dengan Allah.

Umumnya mereka yang bersifat ini beranggapan bahwa segala nikmat yang diperoleh itu adalah hasil dari keringat. Padahal tidak, karena selama ini Allahlah yang memberi nikmat kepadanya.

Dia tidak ingat bahwa yang harta yang di berikan kepadanya itu merupakan ujian dari Allah, dan dia juga lupa bahwa Allah SWT senantiasa selalu mengawasinya. Maka orang seperti ini merupakan orang fasik, ia bukan hanya lupa kepada Allah, dia juga lupa kepada dirinya sendiri. “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik”. (QS. al-Hasyr: 19).

Di akhirat mereka seperti ini akan mendapatkan kehidupan yang sempit, serta dibangkitkan dalam keadaan buta. “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thoha: 124)

Kedua, ada manusia ketika susah dan senang dia senantiasa mengingat Allah. Manusia seperti ini tahu selama ini Allah senantiasa mengawasi dan melihat apa yang dikerjakan. Sifat seperti ini dikenal dengan istilah murâqabah.

Murâqabah yaitu ini merupakan hasil dari pengetahuan seseorang yang dengannya dia meyakini Allâh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa mengawasi, melihat, mendengar dan mengetahui semua sepak terjangnya setiap saat, setiap tarikan nafas dan setiap kejapan mata. Seperti yang difirmankan Allah; “Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.(al-Hadid:4). “Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi”. (al-Fajr :14)

Dalam ajaran Islam, muraqabatullah merupakan suatu kedudukan yang tinggi. Hadis menyebutkan bahwa muraqabatullah sejajar dengan tingkatan ihsan, yakni beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya dan jika kita tak mampu melihatnya, maka sesungguhnya Allah melihat kita. (Muttafaq alaih).

Manusia yang memiliki rasa muraqabatulah (merasa diawasi Allah), dia akan merasakan keagungan Allah dan kesempurnaanya. Tenteram ketika ingat nama-Nya, merasakan ketenteraman ketika taat kepada-Nya, ingin bertetanggaan dengan-Nya, datang menghadap kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya.

Akhirnya mari kita renungi juga sebuah kisah yang dituturkan oleh Abdullah bin Dinar sebagai motivasi bagi kita untuk menjadi orang yang merasa selalu diawasi oleh Allah SWT.

Abdullah bin Dinar berkata, “Pada suatu hari, aku pergi ke Makkah bersama Umar bin Khaththab. Di salah satu jalan, kami berhenti untuk istirahat, tiba-tiba salah seorang penggembala turun kepada kami dari gunung. Umar bin Khaththab bertanya kepada penggembala tersebut, ‘Hai penggembala, juallah seekor kambingmu kepada kami’.”

Penggembala tersebut berkata, “Kambing-kambing ini bukan milikku, tapi milik majikanku. ’’Umar bin Khaththab berkata, “Katakan saja kepada majikanmu bahwa kambingnya dimakan serigala.’’

Namun, penggembala yang budak tersebut berkata, “Kalau begitu, di mana Allah?” Umar bin Khaththab menangis, kemudian ia pergi ke majikan penggembala tersebut, lalu membeli budak tersebut dan memerdekakannya.”

---

Deri Adlis, Mubaligh di Kabupaten Kepulauan Anambas dan Sekretaris Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kepulauan Anambas

 

Sumber artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement