Selasa 25 Aug 2020 04:55 WIB

Mengupas Kisah Terciptanya Ilmu Gramatikal Bahasa Arab

Sejarah terciptanya ilmu gramatikal bahasa Arab berasal dari kisah Abu Aswad Ad-Duali

Mengupas Kisah Terciptanya Ilmu Gramatikal Bahasa Arab
Foto:

Kisah Abu Aswad dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.

Sejarah permulaan terciptanya ilmu gramatikal bahasa Arab berasal dari kisah Abu Aswad Ad-Duali ketika ia datang ke kota Irak untuk menemui Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ketika itu Abu Aswad melihat Sayyidina Ali sedang merenungkan sesuatu yang dipikirnya sangatlah penting, kemudian dengan memberanikan diri Abu Aswad menanyakan kepadanya “Wahai Amiirul Mu’minin, apakah yang sedang engkau pikirkan saat ini?”, lantas Sayyidina Ali menjawab: “Sesungguhnya aku mendengar di daerahmu terjadi kekeliruan dalam pengucapan bahasa Arab, oleh karenanya aku ingin membuat sebuah kitab yang bersifat pragmatis dan dapat dijadikan sebagai rujukan serta pondasi dalam melestarikan bahasa Arab.”

Setelah mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh Sayyidina Ali, Abu Aswad tidak menyangka perspektif beliau ternyata sama dengan apa yang menjadi ekspektasinya selama ini, lalu ia berkata “Wahai Amiirul Mu’minin, jika engkau melakukannya sungguh engkau telah menghidupkan hasrat yang menjadi keinginan kami selama ini.” Setelah berjalan beberapa hari, Sayyidina Ali menyerahkan sebuah lembaran kepada Abu Aswad yang berisikan di dalamnya:

“بسم الله الرحمن الرحيم، الكلام كله لسم وفعل وحرف، والاسم ما أنبأ عن المسمى، والفعل ما أنبأ عن حركة المسمى، والحرف ما أنبأ عن معنى ليس باسم ولا فعل. واعلم أن الأسماء ثلاثة ظاهر ومضمر وشيء ليس بظاهر ولا مضمر.”

Seusai Abu Aswad membacanya, beliau diperintahkan untuk meneruskan dan mengembangkan ilmu yang telah diajarkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. Dari kisah ini, jumhur Ulama menyatakan bahwa penggagas utama yang sangat berdedikasi dalam pembentukan ilmu Nahwu ialah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Abu Aswad ia merupakan tokoh yang mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu Nahwu.

Siapakah Abu Aswad Ad-Duali?

Abu Aswad adalah seorang ulama sekaligus hakim di negeri Basrah, ia memiliki nama asli Dzalim bin Amr bin Sufyan bin Jandal bin Ya’mar bin Halbas bin Nufasah bin Adi’ bin Ad-dail bin Bakr bin Abdu Manah bin Kinanah Al-kanani. Adapula yang berpendapat bahwa namanya ialah Amr bin Dzalim, atau Uwaimir bin Dzalim, atau Amr bin Imran, atau Usman bin Umar. Namun yang paling mashyur ialah Dzalim bin Amr.

Imam Jahif mengatakan bahwa Abu Aswad adalah seorang tokoh ulama masyrakat yang sangat terpadang karena keluasan ilmunya, dan ia selalu dikedepankan dalam segala hal. Ia merupakan seorang tabi’in yang sholeh, faqih, ahli sastra, hafidz, mulia, ahli dalam ilmu firasah, pemimpin yang adil, serta orang yang paling paham akan ilmu Nahwu. Dan ia terkenal juga sebagai orang pertama yang memberikan harakat pada Al-Qur’an.

Abu Aswad Ad-Duali telah masuk ke dalam agama Islam semenjak zaman Rasulullah masih hidup, akan tetapi beliau belum pernah bertemu dengan Rasulullah sama sekali. Denga demikian itu, ia dikategorikan sebagai Tabi’in, karena sebagaimana yang di jelaskan oleh Syekh Dr. Muhammad bin Ali Ba’atiyah dalam kitabnya Mujazul Kalam Syarah Aqidatul Awwam bahwa syarat untuk menjadi seorang Sahabat ialah harus bertemu dan berkumpul dengan Rasulullah SAW secara langsung di dunia, beriman kepadanya setelah diutusnya menjadi seorang nabi dan rasul, walaupun ia belum pernah meriwayatkan sesuatu, atau belum tamyiz dan wafat dalam keadaan muslim.

Abu Aswad bertempat tinggal di negeri Bashrah semenjak kekhalifahan Sayyidina Umar bin Al-Khattab r.a dan menjadi seorang penguasa pada zaman Sayyidina Ali bin Abi Thalib, yaitu ketika negeri Bashrah dipimpin oleh Abdullah bin Abbas yang pada saat itu Ibnu Abbas diharuskan pergi ke negeri Hijaz untuk suatu keperluan. Oleh karenanya kepemimpinan negeri Bashrah diserahkan kepada Abu Aswad Ad-Duali, dan masa pemerintahannya berlanjut hingga wafatnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. Selain itu, Abu Aswad juga merupakan pengikut setia dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, bahkan ia pernah ikut berpartisipasi dalam perang Jamal atau Shiffin.

 

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement