Ahad 24 May 2020 23:03 WIB

Mengambil Teladan dari Dakwah Rasulullah

Nabi Muhammad menempuh tiga cara dakwah dalam menyampaikan ajaran Allah SWT.

Mengambil Teladan dari Dakwah Rasulullah.
Foto:

Sementara dakwah mujadalah billati hiya ahsan adalah dakwah yang dilakukan dengan cara bertukar pikiran (dialog), sesuai kondisi masyarakat setempat tanpa melukai perasaan mereka. Tiga bentuk dakwah inilah yang ditempuh Nabi SAW dalam menunaikan amanat dari langit. Dari mana dakwah harus dimulai? Dalam sebuah firman-Nya, Allah menyatakan, "Berilah pengajaran kepada keluargamu terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman." (QS:26:214).

Dalam praktiknya, sikap Nabi SAW keseharian juga menunjukkan dakwah, yakni bil haal. Karena itulah, Allah menegaskan, pada pribadi Muhammad tercermin teladan hidup yang baik (QS: 33:21). Banyak contoh betapa agungnya sikap Nabi SAW dalam berdakwah sekalipun aniaya dari orang-orang musyrik diterimanya. Misalnya, ketika Nabi dihinakan penduduk Mekkah, maka dia mengajak Zaid bin Haritsah untuk pergi berdakwah ke Thaif, dengan sebuah harapan dakwahnya akan didengar.

Apa yang terjadi? Penduduk Thaif ramai-ramai menyongsong Nabi, bukan untuk menyambut, tetapi untuk menyambit! Tua-muda, laki-perempuan beramai-ramai melempari tubuh Nabi dengan penuh kebencian dan cacian. 

Tersaruk-saruk Nabi menghindar dari keroyokan massa ini, wajahnya penuh darah dari pelipisnya yang luka menganga, kakinya pincang karena sambitan batu yang besar. Tidak mampu menahan rasa sakit yang hebat ini, Nabi pingsan dekat sebuah kebun. Pada saat itulah Jibril dengan iba berkata kepada Nabi. "Wahai kekasih Allah, mintalah sesuatu, pasti Allah akan kabulkan permintaanmu itu."

Seperti diberi kekuatan, Nabi kemudian bersabda: Allahummahdi qoumi fainnahum laa ya'lamun (Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka tidak tahu). Bukan dendam yang dipantulkan, kendati wajahnya penuh dengan luka dan darah, tetapi kasihlah yang ditunjukkannya. Alangkah mulianya akhlak rasul. Dalam fitnah dan amarah para jahili, dia tetap istiqamah memancarkan kesejukan abadi. Pancaran cinta, marhamah harus didakwahkan kepada setiap manusia di setiap sudut kehidupan, balighu 'ani walau ayah (sampaikanlah ajaranku ini walau satu ayat).

Sepeninggal Nabi SAW, dakwah Islam dilanjutkan para sahabat, di antaranya para pemimpin Islam yang empat: Abu Bakar, Umar bin Khathab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Di masa para sahabat dan generasi sesudahnya inilah, dakwah Islam terus meluas dan makin mendapatkan tempat di hati masyarakat, sekalipun tantangan juga tak kalah derasnya. 

Mengiringi proses kehidupan, tugas dakwah terus berlanjut hingga kini. Bahkan, setiap diri dari kita pun sebenarnya mempunyai amanat menyampaikan risalah Alhanif ini. Karena itu pula, setiap juru dakwah (dai) berarti juga penerus tugas para nabi dan rasul.

 

Itu sebabnya mereka pantas memperoleh kemuliaan dan pahala yang besar dari Allah. Allah memuji para penyeru dakwah ini dengan berkata, "Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri," (Al-Fushilat: 33). Sementara Rasulullah SAW menegaskan, "Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala sama dengan yang mengerjakannya," (HR Muslim). 

 

sumber : Arsip Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement