Berikut ini diuraikan implementasi ketujuh perilaku itu dengan ilustrasi sekadarnya.
Hanya Kita
Bagi umat Islam, telah ada tuntunan berucap salam. Di dalam HR Abu Dawud dijelaskan,
“Dari ‘Imran bin Hashin dia berkata, “Datang seorang lelaki kepada Nabi Subhaanahu wa Ta’aala lantas mengatakan, “Asssalamu’alaikum” kemudian beliau menjawab salamnya, lalu beliau duduk, lantas bersabda, “Sepuluh.” Kemudian, datang lelaki lain, lantas dia mengucapkan,
“Asssalamu’alaikum warahmatullah” maka beliau menjawabnya, lantas duduk, lalu bersabda, “Dua puluh.” Kemudian, datang lelaki lain lagi seraya mengucapkan “Asssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” maka beliau menjawabnya, lantas duduk, kemudian bersabda, “Tiga puluh.”
Berdasarkan hadis tersebut, betapa ruginya jika kita tidak mengucapkan salam secara utuh.
Dari segi isi, salam berisi doa. Dengan demikian, ketika kita mengucapkannya kepada sesama muslim berarti kita mendoakannya. Menurut kandungan isinya, ada tiga tingkatan, yakni (1) assalamu ‘alaikum berarti semoga keselamatan dari Allah tercurah untukmu; (2) assalamu ‘alaikum warahmatullah berarti semoga keselamatan dan kesejahteraan serta rahmat Allah dilimpahkan kepadamu, dan (3) assalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh berarti semoga keselamatan dan kesejahteraan, rahmat, dan keberkahan Allah dilimpahkan kepadamu.
Sebagai muslim, kita wajib mengikuti tuntunan Nabi Muhammad shallallahu a’alaihi wasallam. Tentu ucapan salam tersebut tidak kita gunakan ketika bertamu pada saudara, tetangga, atau teman, yang berbeda agama, tetapi kita dapat menggantinya dengan misalnya “permisi”.
Ketika mengucapkan salam, posisi tubuh kita di samping pintu; tidak lurus menghadap ke dalam. Hal ini kita maksudkan untuk menghindari pandangan langsung ke ruang tamu atau tuan rumah ketika pintu dibuka. Sangat mungkin di (meja) ruang tamu ada sesuatu yang tidak laik dilihat oleh tamu. Sangat mungkin juga tuan rumah ketika itu berpakaian yang tidak laik untuk menemui tamu.