Tafsir Kementerian Agama menerangkan, dalam ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim sebagai seorang penyantun, pengasih dan penyayang terhadap umat manusia. Di saat diliputi kegembiraan akan lahirnya seorang anak, ia ingat ucapan para malaikat yang bertamu ke rumahnya itu, bahwa mereka diutus Allah untuk membinasakan kaum Luth.
Terlukislah di dalam ingatannya bagaimana buruknya nasib kaum Luth itu, dan bagaimana dahsyatnya malapetaka yang akan menimpa mereka. Rasa bahagia dan gembira dengan sekejap telah berganti dengan rasa cemas dan putus asa. nabi Ibrahim memberanikan dirinya untuk berdebat dengan para malaikat itu, dengan harapan rencana pembinasaan kaum Luth itu dapat dibatalkan.
اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ لَحَلِيْمٌ اَوَّاهٌ مُّنِيْبٌ
Ibrahim sungguh penyantun, lembut hati dan suka kembali (kepada Allah). (QS Hud: 75)
Ayat ini mengandung arti, rasa santun dan kasih sayang seorang Nabi terhadap umat manusia, terutama Nabi Ibrahim yang dalam keadaan gembira dan bahagia ia akan memperoleh keinginan dan idaman hatinya yang telah lama dicita-citakannya, yaitu seorang anak laki-laki bernama Ishak dari istri pertama.
Di dalam keadaan demikian, biasanya orang lupa akan segala-galanya, tetapi Nabi Ibrahim tidak melupakan nasib kaum Luth yang didengarnya bahwa mereka akan dibinasakan. Nabi Ibrahim mohon kepada Tuhannya agar mereka diselamatkan dengan mengemukakan alasan dan harapan agar permohonannya itu dikabulkan. Sesungguhnya Nabi Ibrahim memang benar seorang yang penyantun dan menaruh iba (kasihan) terhadap orang yang ditimpa kemalangan dan selalu berserah diri kepada Tuhannya.
يٰٓاِبْرٰهِيْمُ اَعْرِضْ عَنْ هٰذَا ۚاِنَّهٗ قَدْ جَاۤءَ اَمْرُ رَبِّكَۚ وَاِنَّهُمْ اٰتِيْهِمْ عَذَابٌ غَيْرُ مَرْدُوْدٍ
Wahai Ibrahim! Tinggalkanlah (perbincangan) ini, sungguh, ketetapan Tuhanmu telah datang, dan mereka itu akan ditimpa azab yang tidak dapat ditolak. (QS Hud: 76)