Rabu 01 Sep 2021 09:13 WIB

Larangan Menyembunyikan Hukum Allah

Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 174-176.

Larangan Menyembunyikan Hukum Allah
Foto:

Firman Allah: وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا (menjualnya dengan harga yang sedikit (murah)) memberi arti bahwa betapa pun besaran imbalan yang diterima akibat penyelewengan dan penyimpangan terhadap kebenaran yang diturunkan oleh Allah terhadap Rasul-Nya, harga imbalan tersebut pada hakikatnya sangat sedikit di sisi Allah dibanding dengan kesediaan mereka menerima siksaan api neraka di hari Kemudian nanti, sehingga semua nilai yang diperoleh karena imbalan dari sikap menyembunyikan kebenaran ketentuan Allah, hal itu oleh Allah dipandang sedikit.

Pada ayat ini Allah menggunakan kata asy-syara’ atau al-isytira’ yang berarti penukaran suatu barang dengan yang lainnya, seperti pada Q.S. Al-Baqarah (2): 16: أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى (mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk), seakan-akan Allah ingin mengatakan bahwa mereka itulah yang menukarkan iman dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya dengan kekufuran dan kesesatan yang sengaja dibuat karena dorongan setan dan hawa nafsunya, serta menukarkan ampunan Allah dengan siksaan-Nya akibat dari perlaku mereka memakan makanan yang telah diharamkan. Siksaan itu tentu saja di dunia dan juga di akhirat kelak.

Dalam kaitan ini, Quraish Shihab menyebutkan bahwa walaupun pada lahirnya mereka terlihat makan makanan yang lezat dan menggunakan sesuatu yang sangat menyenangkan, akan tetapi mereka sebenarnya tidaklah menelan ke dalam perutnya kecuali sesuatu yang akan menghantarkannya di hari kemudian ke api neraka. Hal ini sesuai dengan firman Allah mengenai hukum memakan harta anak yatim yang tercantum dalam Q.S. An-Nisa (4): 10 :إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ نَارا (sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api ke dalam perutnya).

Penggalan ayat selanjutnya وَلاَ يُكَلِّمُهُمُ الله يَوْمَ القيامة (Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari Kiamat) menunjukkan bahwa selain siksaan jasmani juga ada siksaan ruhani, karena dengan kemurkaan Allah kepada mereka, sehingga apapun yang mereka keluhkan baik dengan cara memohon ampunan untuk dikasihani, Allah tidak akan mendengarkan dan bahkan mengabaikan permohonan tersebut.

Ketidak-inginan seseorang untuk berbicara kepada orang lain -secara kebiasaan- menunjukkan adanya kemarahan, karena berbicara kepada seseorang merupakan simbol keharmonisan hubungan, sebaliknya, keengganan seseorang untuk berbicara juga menunjukkan adanya kemarahan dan kemurkaan. Hal ini ditandai dengan firman Allah selanjutnya: وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (Allah tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih) yang bermakna bahwa Allah tidak akan membersihkan mereka (menghapus) dari dosa-dosa yang mereka kerjakan, bahkan meraka tidak akan dibersihkan dari kesalahan dan kesesatan di dunia dan mereka telah disediakan siksaan yang sangat pedih nanti di hari Kemudian.

Kelompok ayat ini ditutup dengan ungkapan ketakjuban dan keheranan. Allah swt berfirman: فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ (Maka alangkah bersabarnya mereka menghadapi api neraka). Ayat ini menggambarkan keanehan (ketakjuban). Bagaimana tidak? Mereka bisa membeli kesesatan dan membayarnya dengan petunjuk dari Allah swt, mereka mengambil kesenangan yang bersifat sementara dan mengabaikan kesenangan yang abadi. Ungkapan ketakjuban di atas dapat bermakna: Alangkah beraninya mereka menentang api neraka. Perbuatan kalian menghantarkan kepada murka Allah, apakah kalian bisa bersabar dengan siksaan di neraka? Sungguh kalian sangat berani bila tidak gentar menghadapi siksaan yang diancamkan oleh Allah di neraka.

Pada ayat 176 ini Allah swt ingin menjelaskan kenapa mereka berhak untuk disiksa. Penyebabnya tidak lain karena mereka dengan sengaja disertai niat yang jelek untuk melanggar larangan Allah swt. Ayat tersebut sekan-akan menegaskan kepada mereka bahwa memang siksaan itulah yang pantas bagi kalian karena Allah telah menurunkan kepada kalian kitab Taurat yang di dalamnya telah dimuat tidak hanya ketentuan-ketentuan Allah, tapi juga dijelaskan akan diutusnya Nabi Muhammad saw, namun semua itu oleh mereka disembunyikan, bahkan mereka secara sengaja melakukan penyimpangan dan pentakwilan yang salah dengan tujuan hanya ingin mencapai ketamakan duniawi semata, sementara melupakan petunjuk Allah yang menjadi kunci semua kebahagiaan.

-----

Tafsir Tahlily ini disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan naskah awal disusun oleh Khairuddin Khamsin

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 21 Tahun 2015

Link artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement