Kamis 29 Apr 2021 01:20 WIB

Menelusuri Sejarah Alquran Braille di Indonesia

Mushaf Standar Braille tidak terlepas dari sejarah penyalinan Al Qur’an Braille.

Rep: Mabruroh/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah penyandang disabilitas netra membaca Alquran braille di Yayasan Al Hikmah, Kelurahan Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Ahad (18/4).
Foto:

Usulan tersebut muncul karena kembali terjadi polemik di kalangan para praktisi dan pengguna Mushaf Braille. Karena itulah Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA) melakukan kajian atas Mushaf Standar Braille dengan melibatkan sejumlah kalangan, dari akademisi, lembaga percetakan, maupun para praktisi dan pengguna Mushaf Braille. Upaya ini kemudian melahirkan sebuah buku Pedoman Membaca dan Menulis Al-Qur’an Braille pada 2011.                                         

 

Buku ini pada dasarnya merupakan hasil kesepakatan baru sekaligus bentuk revisi sejumlah kaidah penerapan rasm dan penggunaan tanda baca dalam Mushaf Standar Braille. Setelah terbitnya Buku Pedoman ini, LPMA juga menyusun Al-Qur’an Braille dan Terjemahnya lengkap 30 juz yang selesai dikerjakan selama dua tahun (2012-2013).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement