Kamis 15 Oct 2020 05:01 WIB

Hukum Ayah Menghamili Anak dan Status Anak yang Lahir

Seorang ayah seharusnya memelihara dan melindungi anak perempuannya.

Hukum Ayah Menghamili Anak dan Status Anak yang Lahir
Foto:

Selanjutnya ada seorang laki-laki Anshar bertanya kepada Rasulullah saw. tentang berdua-duaan antara seorang perempuan dengan kerabat suaminya, apakah itu dibenarkan? Yang dimaksud dengan kerabat suami adalah adik suami atau kakaknya atau pamannya atau yang lainnya.

Biasanya, kerabat suami lebih leluasa keluar masuk bertemu seorang perempuan karena sudah dianggap keluarga sendiri. Padahal kerabat suami bukan mahram bagi perempuan itu.

Oleh karena itu beliau menjawab bahwa berdua-duaan dengan kerabat suami itu bisa menyebabkan kematian. Kematian di sini menurut para pensyarah hadis ialah kematian agama jika keduanya tidak berzina, dan kematian kedua orang tersebut jika terjadi perzinaan karena hukuman zina adalah rajam sampai mati. Oleh karena itu, berdua-duaan dengan kerabat suami itu tidak dibenarkan.

Menurut para ulama, seorang ayah yang melakukan perbuatan keji yaitu memperkosa atau berzina dengan anak perempuannya terkena hukuman ta’zir, bukan hukuman hudud zina. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang diserahkan kepada kebijksanaan hakim.

Hakim diberi kewenangan oleh syariat Islam untuk menentukan hukuman apa yang layak bagi ayah tersebut. Hukuman tersebut mulai dari yang teringan hingga yang terberat yaitu hukuman mati.

Ayah tersebut tidak dihukum dengan hukuman hudud zina, karena pengertian zina ialah “memasukkan dzakar ke faraj haram, bebas dari syubhat dengan bernafsu”, sementara orang yang dizinainya adalah anak perempuannya yang merupakan darah dagingnya sendiri, sehingga di sini terdapat syubhat atau keraguan. Jika ada keraguan maka hukuman hudud harus dihindarkan.

Tambahan pula, hukuman hudud zina tidak diberlakukan kepada ayah tersebut, karena menurut banyak ahli ilmu, seorang anak tidak boleh menjadi sebab ketiadaan ayah karena ayah adalah sebab kewujudan anak. Jika anak perempuan yang dihamili itu melahirkan anak, maka anak tersebut tidak boleh di-bin-kan atau dinasabkan kepada ayah yang menghamilinya itu.

Anak hasil perzinaan/perkosaan itu dinasabkan kepada ibunya saja. Hal ini karena nasab hanya bisa diperoleh dengan perkawinan yang sah saja. Ayah tersebut juga tidak menjadi wali dari anak yang dilahirkan anak perempuanya itu, namun ia tetap wajib memberinya nafkah.

Perlu diketahui bahwa para ulama membolehkan aborsi bagi para perempuan yang diperkosa, baik diperkosa oleh orang lain maupun oleh ayahnya sendiri. Syaratnya antara lain, perempuan yang diperkosa tidak mau memelihara kandungan tersebut, usia kehamilan belum mencapai empat bulan, dan aborsi dilakukan oleh pakarnya.

Wallahu a’lam bish-shawab

-----

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

 

Sumber: Majalah SM No 13 Tahun 2017

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/05/03/hukum-ayah-menghamili-anak-dan-status-anak-yang-lahir/

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement