Kamis 13 Aug 2020 14:41 WIB

Fatwa tentang Hukum Video Call dengan Kekasih

Video call dengan kekasih bisa digolongkan sebagai berkhalwat.

Fatwa tentang Hukum Video Call dengan Kekasih. Ilustrasi
Foto: Pexels
Fatwa tentang Hukum Video Call dengan Kekasih. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, 

Pertanyaan:

Baca Juga

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Maaf mau bertanya, saya dan pasangan saya hubungan jarak jauh, tapi beda status. Pasangan saya di Sudan. Kami suka video call dan seringkali kekasih saya tidak bisa mengontrol syahwatnya, lalu dia mengajak saya untuk memuaskannya. Bagaimana hukumnya apa itu termasuk zina juga? Terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

(disidangkan pada Jum‘at, 17 Syawal 1440 H / 21 Juni 2019 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam wr. wb.

Terima kasih atas pertanyaan yang saudari ajukan kepada Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebelum kami menjawab pertanyaan inti saudari, perlu kami berikan pengantar terlebih dahulu tentang hakikat agama Islam sebagai agama yang komprehensif.

Sebagai agama yang syumuli (komprehensif), Islam mengatur tidak hanya persoalan akidah dan ritual ibadah, tapi juga persoalan muamalah. Di antara persoalan muamalah yang penting untuk diperhatikan adalah mengenai interaksi dan atau pergaulan antara laki-laki dan perempuan.

Laki-laki dan perempuan yang bukan mahram memiliki batasan-batasan dalam interaksi dan pergaulannya. Hal ini semata-mata dalam rangka melindungi martabat satu sama lain, agar tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan.

Jika yang dimaksud pacaran oleh saudari adalah “pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan (untuk) mencapai apa yang disenangi mereka” dan atau “bergendak yang sama artinya dengan berkencan atau berpasangan untuk berzina”, maka pacaran yang semacam ini tentu tidak diperbolehkan menurut ajaran Islam. Pacaran yang semacam ini dapat digolongkan ke dalam perbuatan “mendekati zina”, yang hal tersebut tidak diperkenankan oleh syariat, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Isra’ ayat 32,

وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk [QS. al-Isra’ (17): 32].

Di samping ayat tersebut, hadis Rasulullah saw juga memperingatkan kepada kita tentang bahaya berkhalwat antara laki-laki dan perempuan. Nabi saw dalam hal ini bersabda,

لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

Janganlah kalian  menyendiri (berkhalwat) dengan perempuan, karena sesungguhnya yang ketiga adalah syetan [HR. Ahmad dan at-Tirmidzi].

Ayat dan hadis di atas bukanlah bentuk pengekangan atau pembungkaman terhadap kebebasan seseorang, akan tetapi justru sebagai upaya preventif (sadd adz-dzari’ah) dalam rangka menjaga setiap individu dari perbuatan keji yang dosanya begitu besar, yaitu perzinaan. Khalwat adalah menyepinya seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dalam suatu tempat.

Khalwat dilarang karena dapat mengantarkan pelakunya ke dalam perzinaan. Dalam konteks masa lalu, khalwat hampir selalu identik dengan “menyepi” dalam pengertian yang sesungguhnya. Artinya mereka berdua benar-benar menyepi dari keramaian, sehingga hanya tersisa mereka berdua.

Dalam konteks masa kini, makna khalwat dapat diperluas, yakni setiap menyepinya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram meskipun dalam ruang publik yang ramai. Sebagai contoh adalah berkhalwatnya pasangan muda-mudi di bioskop yang ramai, tempat rekreasi, dan lain sebagainya. Khalwat dalam konteks hari ini juga berarti menyepinya dua orang bukan mahram meskipun tidak dalam satu tempat yang sama. Sebagai contoh adalah berkhalwatnya pasangan bukan mahram melalui gawai baik dengan panggilan suara biasa (call) maupun panggilan video (video call).

Perkembangan teknologi memang memberikan kemudahan kepada manusia. Namun, ia juga membuka peluang hal-hal negatif masuk ke dalam kehidupan manusia.

Kecanggihan smartphone dan munculnya media sosial dapat mendatangkan kebaikan, jika semua itu digunakan untuk melakukan hal-hal positif dan bermanfaat, seperti silaturahim, berdakwah, bisnis (yang halal), dan lain sebagainya. Namun, perkembangan teknologi dan media sosial juga dapat mendatangkan keburukan jika digunakan untuk hal-hal yang negatif.

Oleh karena itulah setiap individu harus pandai dan jeli dalam memanfaatkan itu semua. Video call dalam hal ini adalah salah satu produk kecanggihan teknologi tersebut. Dengan video call, seseorang tidak hanya sekadar mendengar suara satu sama lain, tapi juga dapat melihat secara visual.

Oleh sebab itu ketika melakukan video call perlu diperhatikan beberapa hal terkait aurat. Ada dua jenis aurat dalam Islam, yaitu (1) aurat kubra (aurat besar) dan, (2) aurat sughra (aurat kecil). Aurat besar bagi laki-laki adalah sesuatu antara pusar dan alat kelamin. Sedangkan bagi perempuan adalah sesuatu antara dada dan alat kelamin. Adapun aurat kecil, baik bagi laki-laki maupun perempuan adalah selain dari aurat besar di atas. Disebabkan video call adalah komunikasi visual, maka orang yang saling melakukan video call harus memperhatikan batasan-batasan aurat ini. Apalagi jika video call tersebut dilakukan oleh pasangan yang belum sah atau bukan mahram.

Dalam semangat yang sama itulah, kami menyarankan kepada saudari agar tidak mengulangi perbuatan-perbuatan yang dapat mengarah dan berpotensi besar menjerumuskan diri kepada gelimang dosa. Apabila saudari dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang demikian, sesungguhnya secara tidak langsung saudari juga sedang melindungi harkat dan martabat pasangan saudari.

Kepada saudari dan pasangan, apabila sudah siap dan serius membangun rumah tangga, maka sebaiknya saudari dan pasangan segera untuk melangsungkan pernikahan. Namun apabila belum siap, maka menjaga kehormatan diri masing-masing adalah cara terbaik.

Menjaga kehormatan diri selain dengan cara menjaga kemaluan ialah misalnya dengan tidak melakukan kontak mata berlama-lama, baik secara langsung maupun melalui video. Hal yang demikian tidak lain karena pandangan mata adalah salah satu wasilah (perantara) yang dapat mengantarkan kepada kemaksiatan dan masuk dalam kategori zina mata. Rasulullah saw bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia mengetahui yang demikian tanpa dipungkiri. Mata bisa berzina, dan zinanya adalah pandangan (yang diharamkan). Zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan). Lidah (lisan) bisa berzina, dan zinanya adalah perkataan (yang diharamkan). Tangan bisa berzina, dan zinanya adalah memegang (yang diharamkan). Kaki bisa berzina, dan zinanya adalah ayunan langkah (ke tempat yang haram). Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya (HR. Bukhari).

Oleh karena itu berkaitan dengan hal ini al-Quran memberikan anjuran untuk menjaga pandangan, sebagaimana firman Allah swt dalam QS. an-Nur (24): 30-31,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ  … (31)

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya …

Untuk membentengi diri, saudari dan pasangan juga dapat mengamalkan anjuran Rasulullah saw untuk berpuasa. Hadis Nabi saw,

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Dari Ibnu Mas’ud ra (berkata):  Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memelihari kemaluan, dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunah), maka sesungguhnya puasa itu perisai baginya [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Demikian jawaban dari kami, mudah-mudahan dapat memberikan solusi bagi saudari dan pasangan.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

 

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 1 Tahun 2020

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/08/11/fatwa-tentang-hukum-video-call-dengan-pacar/

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement