Rabu 07 Oct 2020 04:43 WIB

Tafsir Surat An-Nas Ayat 4-6 Menurut Quraish Shihab

Ayat ini menyebut perlindungan dari kejahatan setan pembisik yang bersembunyi.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah
Tafsir Surat An-Nas Ayat 4-6 Menurut Quraish Shihab
Foto:

Sehingga dapat diartikan, pertama setan sering kali dan berulang kali kembali menggoda manusia pada saat ia lengah dan melupakan Allah. Kedua, setan sering kali dan berulang-ulang mundur dan melempem saat manusia berzikir dan mengingat Allah. Pendapat kedua ini didukung sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya setan itu bercokol di hati putra Adam. Apabila ia berzikir, setan itu mundur menjauh, dan bila ia lengah, setan berbisi” (HR. Bukhari melalui Ibn ‘Abbâs).

 Sedangkan kata al-jinnah adalah bentuk jamak dari kata jinny yang ditandai dengan ta’ untuk menunjukkan bentuk jamak muannats. Kata jinn terambil dari akar kata janana, yang berarti tertutup dan tidak kelihatan.

Anak yang masih dalam kandungan dinamai janîn karena dia tidak kelihatan. Surga demikian juga hutan yang lebat, dinamai jannah karena pandangan tidak dapat menembusnya. Kata majnȗn adalah orang gila/yang tertutup akalnya. Jin, dinamain demikian, karena ia adalah makhluk halus yang tidak dapat dilihat dengan mata

Untuk kata min pada awal ayat empat mengandung makna sebagian. Hal ini wajar, karena tidak semua manusia dan tidak semua jin melakukan bisikan-bisikan negatif.

Dalam QS.al-Jinn [72]: 11, Allah mengabadikan ucapan jin yakni “Dan sesungguhnya di antara kami ada yang saleh-saleh dan ada juga diantara kami yang tidak demikian halnya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” Namun, ada juga yang memahami min berfungsi menjelaskan sehingga ia tidak berarti yakni.

Semua makhluk Allah yang tidak saleh, yang menggoda dan mengajak kepada kemaksiatan, dinamai syaithân (setan), baik dari jenis jin maupun manusia. Dari sini dapat dipahami bahwa ada setan manusia dan ada pula setan jin.

Setan jin tersembunyi, tetapi setan manusia bisa terlihat. Diriwayatkan Abȗ Dzar, salah seorang sahabat Nabi SAW pernah bertanya kepada seseorang: “Apakah Anda telah meminta perlindungan Allah, dari setan manusia?” Yang ditanya balik bertanya apakah: “Apakah ada setan manusia?” Abȗ Dzar menjawab: “Ya, bukankah Allah telah berfirman:“Dan demikian itu, Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia, dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain, perkataan yang indah-indah untuk memperdaya” (QS al-An'âm [6]:112).

Di atas telah dikemukakan bahwa setan − baik dari jenis manusia maupun jin − selalu berupaya untuk membisikan rayuan dan ajakan negatif, atau dalam bahasa surat ini Yuwaswisu Fi Shudȗr an-Nâs. Waswasah itulah yang merupakan salah satu manifestasi dari bisikan hati yang bersumber dari setan.

Para ulama, khususnya kaum shufi menekankan pada hakikatnya manusia tidak mengetahui gejolak nafsu dan bisikan hati,kecuali bila ia dapat melepaskan diri dari pengaruh gejolak tersebut. At-Tusturi seorang shufi besar menyatakan: “Tidak diketahui bisikan syirik, kecuali oleh seorang muslim, tidak diketahui bisikan kemunafikan kecuali oleh seorang mukmin, demikian juga bisikan kebodohan kecuali yang berpengetahuan, bisikan kelengahan kecuali yang ingat, bisikan kedurhakaan kecuali yang taat, dan bisikan dunia kecuali dengan amalan akhirat.”

Dari ayat di atas kita dapat memahami bahwa bisikan negatif itu muncul dari dua sumber, nafsu manusia dan rayuan setan. Gejolak dan dorongan nafsu tertolak dengan tekad tidak memperturutkannya, karena “nafsu bagaikan bayi, jika kamu membiarkannya menyusui ia terus menyusu, dan jika anda bersikeras menyapihnya, dia akan menurut.”

Adapun bisikan setan, maka ia tertolak dengan mengingat Allah. Dalam konteks ini, al-Qur’ân mengingatkan “Dan jika kamu tertimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa godaan dari setan, mereka mengingat ,maka ketika itu juga mereka melihat (yakni menyadari kesalahan-kesalahannya)” (QS. al-A'râf [7]: 200-201).

Surah an-Nâs ini menyebut Tuhan dengan tiga sifatnya Robb, Malik, dan Ilâh,sedang yang dimohonkan hanya satu yakni perlindungan dari bisikan dan rayuan setan yang merasuk ke dalam hati. Ini berbeda dengan surah al-Falaq yang hanya menyebut satu sifat Tuhan sebagai Rabb al-Falaq tetapi yang dimohon adalah kejahatan makhluk yang secara khusus disebut tiga macam yaitu ghâsiq(in) idzâ waqab, an-maffâtsat fi al-‘uqad dan hâsid(in) idzâ hasad. Sementara ulama berkata hal tersebut menunjukkan bahwa rayuan setan yang berada dalam dada manusia atau musuh yang berada dalam diri manusia jauh lebih berbahaya dari pada musuh yang ada di luar dirinya, dan oleh karena itu maka permohonan untuk dilindungi dari musuh yang di dalam itu dimohonkan dengan berulang kali menghadirkan kuasa Allah SWT.

Dengan surat An-Nâs ini, mengingatkan manusia akan musuh-musuhnya dan mendorong mereka untuk memohon perlindungan Allah. Perlindungan itu dapat diperoleh manusia dengan mengamalkan tuntutan kitab suci-Nya yang dimulai dari surah al-Fâtihah sampai dengan surah an-Nâs ini. Wa Allâh A’lam.

 

Baca juga: Tafsir Surat An-Nas Ayat 1-3 Menurut Quraish Shihab 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement