Senin 03 Aug 2020 11:34 WIB

Model Pendidikan Profetik Nabi Ibrahim AS (2-Habis)

Nabi Ibrahim mencintai anak karena Allah.

Model Pendidikan Profetik Nabi Ibrahim AS (2-Habis)
Foto:

Nabi Ibrahim menginginkan dan mempersiapkan anak-anaknya menjadi pemimpin (imam) yang diiringi doa

Namun, Allah mengisyaratkan bahwa keturunan Ibrahim yang dijadikan pemimpin bukanlah orang-orang yang zalim (QS al-Baqarah [2]: 124).

۞ وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى ٱلظَّٰلِمِينَ

"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”".

Dengan begitu, Ibrahim mendidik anaknya menjadi anak yang berlaku adil, bukan bersifat zalim, baik zalim secara akidah, yaitu syirik (QS Luqman [31]: 13) maupun zalim terhadap diri sendiri karena melanggar perintah atau melaksanakan larangan Tuhan (QS al-A’raf [9]: 23).

Sebagai orang tua, seharusnya kita lebih mengkhawatirkan masa depan akidah anak-anak kita daripada sekadar mengkhawatirkan karier dan kehidupan ekonomi mereka (QS al-Baqarah [2]: 133-134).

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Adakah kamu hadir ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku.’ Mereka menjawab: ‘Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Mahaesa dan kami hanya tunduk kepada-Nya’”. (QS. Al-Baqarah: 133) Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 134)

Kompak dengan Istri

Nabi Ibrahim bukan hanya memilih tempat yang tepat. Tetapi, sang istri juga termasuk wanita tangguh serta sholihah. Lihat saja, ketika Ibrahim diutus meninggalkan kota Makkah menuju Palestina. Sang istri tegar serta perkasa. Hajar menjadi single parent, selama Nabi Ibrahim pergi ke Palestina dalam rangka melaksanakan perintah-Nya. Sejak kaki menginjak tanah Makkah, ia melempar pan­dangan pada tanah kosong yang ada di sekelilingnya dengan perasaan tak menentu.

Siti Hajar setia kepada suaminya dan ia juga setia terhadap Allah Swt dan ini dibuktikan dari transkip dialog yang terjadi antara Siti Hajar dan Nabi Ibrahim : “Allahu amaroka bi hadza ?” (Apakah Allah yang memerintah kepadamu agar saya tinggal di sini ?) Nabi Ibrahim menjawab, “Na’am.” (Iya.) Kemudian Siti Hajar berkata lagi, “Idzan la yudlayyi’uni.” (Jadi kalau begitu, Allah tidak akan membiarkanku.). Memunculkan keyakinan seperti ini sangat sulit sekali apalagi ditengah kesulitan hidup yang menerpa Siti Hajar pada waktu itu. Akan tetapi beliau tetap teguh dan setia kepada Allah hingga pada akhirnya Allah mengabadikan kisahnya bersama putra kesayangannya Ismail As dalam pencarian air minum ketika Ismail kecil kehausan yang diabadikan Allah lewat kewajiban sa’i yakni berlari kecil antara bukit Safa dan Marwa. Hajar begitu ikhlas, sedangkan Ibrahim begitu yakin dengan istrinya yang mampu mendidik anaknya

Tawakkal kepada-Nya

Karena hanya tawakkal inilah yang bisa menghilangkan rasa kekhawatiran-kekhwatiran yang menyelimuti dirinya. Bagaimana mungkin, sang ayah meninggalkan anak dan istrinya ditempat yang kering, tandus, tiada satupun orang, sementara itu tidak ada tumbuhan yang dapat dimakan, atau mata air yang bisa digunakan air minum.

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيل

“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. ” (QS. Ali ‘Imron: 173)

Doa yang berada di akhir surat tersebut Hasbunallah wa nikmal wakil adalah doa yang pernah dibaca Nabi Ibrahim AS karena pasrah dan yakinnya kepada Allah. Karena tiada yang bisa dimintai pertolongan selain Allah.

Nur Ngazizah, Dosen PGSD UMP Purworejo

 

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/07/31/model-pendidikan-profetik-nabi-ibrahim-as-2/

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement