Jumat 12 Jun 2020 13:38 WIB

Islam di Portugal, Vasco da Gama, & Sejarah yang Dihapuskan

Pengusiran orang Yahudi dan Muslim di Portugal memecah keharmonisan panjang.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ani Nursalikah
Islam di Portugal, Vasco da Gama dan Sejarah yang Dihapuskan Festival Budaya Islam ke-18 di kota Almonaster La Real, atau biasa disingkat Almomaster, di Propinsi Huelva, Daerah Otonom Andalusia yang berbatasan dengan Portugal.
Foto:

Meski umat Islam terkait tidak diberi ganti rugi berupa kewarganegaraan, jalan perbaikan sejarah Muslim di sana perlahan mulai dibuka dan dipelajari kembali. Salah satu yang berperan adalah penulis Portugal Adalberto Alves. 

Dia membuat daftar kata-kata Portugal yang merupakan serapan dari Arab. Proyek yang menghabiskan satu dekade itu berhasil menerbitkan kamus dengan lebih dari 19 ribu kata dan ungkapan Portugal dengan akses Arab pada 2013.

"Saya ingin mengatasi 'klise' antagonisme antara orang Kristen dan Muslim dan pengabaian tentang peradaban Andalusi," kata Alves menjelaskan.

Alves percaya warisan budaya dan intelektual yang diwarisi dari Islam belum diakui di Eropa karena sejarah umat Islam telah dihapuskan dari sejarah Eropa. Atas upayanya meneliti dan mendokumentasikan sejarah Islam selama 35 tahun terakhir itu, ia diakui UNESCO dan diganjar hadiah Sharjah untuk Budaya Arab pada 2008.

Memanfaatkan syair dan lainnya, Alves berkontribusi mengubah warisan Islam yang paling kentara di Portugal. Upayanya menerjemahkan puisi Arab dari periode Andalus ke bahasa Portugal juga dimulai dengan karya al-Mu'tamid, penguasa Muslim terakhir Seville, bahkan membuahkan hasil dengan diadakannya pameran syair karyanya dan al-Mutamid.

"Saya mendedikasikan sebagian besar hidup saya untuk mencoba melakukan keadilan kepada penyair besar dan Raja al-Mutamid ibn Abbad," kata Alves.

Lebih jauh, penelitian sejarah Islam di Portugal juga dilakukan berbagai pihak lainnya. Bahkan, arkeolog Claudio Torres memulainya dengan pecahan-pecahan tembikar yang ditemukan di bawah pohon ara di Mertola, sebuah kota kecil di tepi Sungai Guadiana.

Torres, yang kini berusia 81 tahun, memutuskan mulai menggali. Pada 1978, ia mendirikan Lapangan Arkeologi Mertola dan pindah ke kota yang sunyi bersama keluarganya.

photo
Masjid Lisbon di Portugal - (Wikipedia)

Bukan hanya Torres, peneliti lainnya juga menghabiskan waktu puluhan tahun meneliti hal serupa. "Berbagai komunitas (pernah) hidup bersama di sini hingga akhir abad ke-15," kata Susana Martinez, seorang peneliti di bidang arkeologi Mertola.

Serupa dengannya, peneliti Virgilio Lopes mengatakan, Mertola tidak menunjukkan adanya tanda pertempuran. Sebaliknya, bukti menjelaskan bagaimana orang masa Andalus hidup bersama.

“Di bawah batu-batu dan reruntuhan ini, ada gagasan koeksistensi yang luar biasa. (Namun,) pengusiran orang-orang Yahudi dan Muslim memecah periode koeksistensi yang panjang," ujar dia.

Dia menambahkan, bukti kontinuitas yang ditemukan tersebut sangat perlu untuk dikisahkan. Bukan kisah elite dalam setiap pertempuran, menurut dia, melainkan kisah rakyat biasa dan cara mereka berinteraksi hingga cara berbagi dalam hidup.

Dia mengatakan, yang diceritakan di sekolah-sekolah lokal tidak sepenuhnya terjadi. Mertola sangat penting karena mampu menunjukkan kontinuitas masyarakat dengan kehidupan agama yang bertoleransi saat itu.

“Saat-saat ketika hubungan antarmanusia hidup berdampingan,” ungkap dia.

Sumber: https://www.aljazeera.com/indepth/features/portuguese-rediscovering-country-muslim-200604103407322.html

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement