REPUBLIKA.CO.ID, LISBON -- Setelah menyelamatkan diri dari perang di negaranya, Irak, Abdulsattar ingat bagaimana ia mempertaruhkan nyawa ketika berlayar dari Turki ke Yunani. Sesampainya di Yunani, ia kemudian pergi ke Portugal untuk bermukim dan menetap.
Meski Portugal merupakan negara asing baginya, ada kesamaan kata dan budaya yang dekat dengan agamanya, Islam. "Banyak kata yang familiar dan sama, seperti makanan, kota, atau daerah," katanya.
Bahkan, menurut dia, kata oxala yang dilafalkan 'oshallah' memiliki arti yang sama dengan "insya Allah". Jika menilik ke belakang, hal itu tentu tidak akan mengejutkan.
Pasalnya, pengaruh Arab dan Muslim beberapa abad lalu masih dapat ditemukan dalam bahasa Portugal. Terlebih, ketika wilayah yang kini disebut Portugal itu sempat dipimpin oleh umat Muslim berbahasa Arab dan dikenal sebagai Moor.
Sekitar abad ke-8, Muslim dari Afrika Utara berlayar hingga kemudian memiliki pengaruh besar di wilayah yang kini disebut Spanyol dan Portugal, yang saat itu dikenal sebagai al-Andalus, suatu wilayah yang masuk ke kekaisaran Umayyah dan sedang berkembang. Namun, seiring waktu, warisan dan budaya serta agama Islam makin teriris di negara yang mayoritas Katolik itu. Bahkan, di dunia pendidikan, sejarah kepemimpinan Muslim selama lima abad hanya dijelaskan selintas dalam buku dan lebih menekankan pada "penaklukan kembali" oleh Kristen pada Perang Salib yang berakhir sekitar abad ke-13.
Padahal, menurut profesor Sejarah Abad Pertengahan di Universitas Evora, Filomena Barros, Muslim yang berlayar dari Afrika Utara tidak lebih asing dari raja dan tentara Kristen asal Eropa Utara. "Kita (Portugal) selalu membicarakan penaklukan Islam," ujar dia, seperti dilansir Aljazirah, Kamis (11/6).