Oleh : KH Abdul Muiz Ali Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI
Sedangkan bepergian dengan tujuan hanya melihat satu daerah para ulama memiliki perbedaan pendapat.
Menurut pendapat yang lebih sahih (qaul al-ashah), tujuan tersebut tidak memenui syarat untuk melaksanakan sholat jamak dan qashar sebagaimana yang ada didalam dua kitab di atas.
Sedangkan menurut Imam Ibrahim al-Bajuri dalam Hāsyiyah al-Bājūrī-nya, perjalanan yang bertujuan untuk bertamasya (rekreasi) dan sekedar melihat satu kawasan, maka dua tujuan terebut tidak termasuk perjalanan yang memperbolehkan sholat jamak dan qashar. Penjelasan tersebut dapat dirujuk pada kitab Hāsyiyah al-Bājūrī juz 1 halaman 210.
Dalam Mazhab Hanbali sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Mughnī oleh Imam Ibnu Qudamah juga terjadi perbedaan pendapat sebagai berikut:
فَصْلٌ : وَفِي سَفَرِ التَّنَزُّهِ وَالتَّفَرُّجِ رِوَايَتَانِ : إحْدَاهُمَا ، تُبِيحُ التَّرَخُّصَ وَهَذَا ظَاهِرُ كَلَامِ الْخِرَقِيِّ لِأَنَّهُ سَفَرٌ مُبَاحٌ ، فَدَخَلَ فِي عُمُومِ النُّصُوصِ الْمَذْكُورَةِ ، وَقِيَاسًا عَلَى سَفَرِ التِّجَارَةِ وَالثَّانِيَةُ : لَا يَتَرَخَّصُ فِيهِ
"Pasal. Tentang pembahasan perjalanan dengan tujuan tamasya dan plesir terdapat dua pendapat. Pertama, mendapatkan keringanan (boleh menjama/meringkas sholat).
Pendapat ini diambil dari pernyataan lahiriyah Imam al-Khiraqy, karena tujuan tamasya dan plesir termasuk perjalanan yang diperbolehkan, maka tercakup dalam dalil keumuman nash dan dianalogkan dengan perjalanan niaga. Kedua, tidak mendapatkan keringanan (tidak boleh menjama/meringkas sholat.” (Al-Mughni li Ibn Qudamah juz 3 halaman 117).
Alhasil, dalam rangka ihtiyath (hati-hati), meski perjalanan rekreasi atau pariwasata boleh hukumnya menggabung (jamak) dan meringkas (qashar) sholat hendaknya dapat dipastikan perjalanan itu bukan perjalanan yang maksiat (dilarang), niatkan acara rekreasi untuk ibadah, menghayati ciptaan Allah SWT, menguatkan silaturahim dengan saudara atau kerabat dan niat baik lainnya. Wallāhu `A'lam bish shawāb.