Ulama-ulama tersebut mempertentangkan yang muqayyad pada yang mutlak merupakan dalil kitab. Sementara yang mutlak itu bersifat umum, dan yang umum lebih kuat daripada dalil kitab. Untuk itulah mereka memutuskan berdasarkan yang mutlak.
Ibnu Rusyd menjabarkan, untuk itulah mereka mengatakan darah yang banyak maupun yang sedikit tetaplah haram. Status mengalir yang menjadi syarat diharamkannya darah, ialah darah dari hewan halal yang disembelih.
Adapun penyebab timbulnya perbedaan pendapat ini di antara para ulama tentang darah ikan karena adanya pertentangan antara dalil umum dengan qiyas. Dalil umumnya mengacu pada firman Allah di kata “dan darah”. Sedangkan qiyas-nya adalah kemungkinan adanya darah yang diharamkan hanya berlalu untuk hewan yang haram bangkainya.
Dalam hal ini, para ulama ahli fikih mengemukakan sebuah hadits yang men-takhshish ayat yang bersifat umum. Rasulullah SAW bersabda, “Uhillat lana maytatani wa damani." Yang artinya, “Dihalalkan untuk kita dua bangkan dan dua darah." Ibnu Rusyd meyakini hadits tersebut tidak termuat dalam kitab-kitab hadits yang terkenal.
Dari perbedaan pendapat yang ada di kalangan ulama mengenai hukum memakan darah ikan ini, para penganut madzhab tertentu boleh saja mengambil sikap satu di antara banyak hal yang disajikan.