Selasa 10 Oct 2023 16:57 WIB

Belajar Sejarah Islam dari Makam-Makam di Indonesia

Penelitian sejarah Islam salah satunya dapat ditelusuri melalui makam-makam.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Berziarah ke Makam Sunan Gresik di Jawa Timur.
Foto: Istimewa
Berziarah ke Makam Sunan Gresik di Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Menelusuri sejarah dapat dilakukan dengan pendekatan medium yang beragam. Penelitian sejarah Islam salah satunya dapat ditelusuri melalui makam-makam kuno yang tersebar di Indonesia.

Dalam buku Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis dalam Islam karya Hasan Muarif Ambary dicatatkan sejumlah makam kuno bersejarah di Indonesia:

Baca Juga

Pertama, makam Fatimah binti Maimun. Makam ini terletak di Desa Leran, 12 kilometer sebelah barat Gresik. Makam tersebut memperlihatkan kepada khalayak yang memperhatikan sejarah tentang data pertanggalan di batu nisan yang tertulis 475 Hijriyah atau 1082 Masehi.

Kedua, makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Boleh dikatakan bahwa dalam empat abad lebih, di Gresik terdapat makam dari bahan marmer berasal dari Gujarat, Cambay, yang bertuliskan kufi. Makam Maulana Malik Ibrahim bertuliskan tahun wafatnya yakni 882 Hijriyah, atau 1419 Masehi.

Ketiga, makam Nahrisyah di Pasai, Aceh Utara. Makam yang terletak di Kutakarang, Kecamatan Samudra, Provinsi Aceh Utara ini serupa dengan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Makam ini memiliki nilai penting bagi konstruksi sejarah Kerajaan Pasai. Sebab di dalamnya tersusun raja-raja yang menjadi nenek moyang Nahrisyah. Pada inkripsinya tertulis nama tokoh-tokoh yang wafat pada 831 Hijriyah atau 1428 Masehi.

Keempat, makam-makam kuno di Komplek Makam Troloyo, Trowulan, Jawa Timur. Sebuah komplek makam kuno Islam dapat ditemui di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Jawa Timur. Di tempat tersebut terdapat sekitar 10 makam yang berprasasti Arab, batu-batu nisannya ada juga yang bertuliskan huruf Jawa dengan angka yang tertua di tahun 1203 Caka atau 1281 Masehi.

Kelima, makam-makam di Gowa-Tallo, Sulawesi Selatan. Di komplek makam Gowa-Tallo, atau komplek pemakaman raja-raja Gowa-Tallo yang terletak di Kotamadya Uung Pandang dan Sunggunimasa, kaligrafi nampak tertera pada batu nisan maupun jirat makam. Makam-makam tersebut umumnya berasal dari abad ke-17 Masehi hingga abad ke-19 Masehi.

Keenam, makam-makam raja Bima. Kesultanan Bima yang didirikan sekitar 40 tahun setelah kehadiran kerajaan Islam Gowa-Tallo di Sulawesi Selatan pada abad ke-17 juga meninggalkan jejak sejarah. Ikatan hubungan kedua kerajaan tersebut pun kerap terjadi melalui jalur pernikahan antar-kerabat Giwa-Tallo dengan raja-raja Bima.

Berbeda dengan tradisi di Sulawesi yang jarang memuat nama-nama raja pada makam, di pemakaman raja-raja Bima nama raja-raja dan sejumlah tokoh dituliskan dengan lengkap dengan tahun wafatnya yang bersangkutan. Selain itu di dalam Kota Bima, Raha, masih terdapat komplek makam raja-raja Bima dari abad ke-17 hingga raja Bima terakhir.

Adapun makam raja-raja Bima ini berdekatan dengan Masjid Agung Kerajaan Bima. Di antara makam tersebut terdapat makam Sultan Abdul Hamid yang wafat pada bulan Ramadhan tahun 1234 Hijriyah atau 20 Juni 1819 Masehi. Sultan Abdul Hamid merupakan sultan yang memerintah Kerajaan Bima di akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19 Masehi.

Ketujuh, makam raja-raja Ternate. Di Pulau Tenate, tempat penginggalan Kerajaan Islam Ternate di antaranya yakni terdapat dua komplek makam raja-raja Ternate. Yang pertama terletak di kaki bukti yang dikenal dengan nama Foramadyahe dan yang kedua terletak di dekat Masjid Agung di pusat kota.

Sultan Ternate yang dimakamkan di Foramadyahe adalah Sultan Baabullah dan Sultan Khairun pada pertengahan abad ke-17 Masehi. Sementara Sultan Ternate yang dimakamkan di dekat Masjid Agung adalah yang memerintah di abad ke-18 hingga ke-19 Masehi.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement