Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan bagaimana politik yang dijalankan beliau SAW berfokus pada moral dan kebajikan, baik yang sifatnya individu maupun sosial.
Dalam riwayat dari Fadil bin Yasar, dia mendengar Abu Abdullah berkata kepada beberapa sahabat Qais Al Masir:
فعن فضيل بن يسار قال: سمعت أبا عبدالله (ع) يقول لبعض أصحابه قيس الماصر: إن الله عَزَّ وَجَلَّ أدب نبيه فأحسن أدبه فلما أكمل له الأدب قال: وَ إِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ ثم فوض إليه الدين والأمة ليسوس عباده. فقال عَزَّ وَجَلَ وَ ما آتاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَ ما نَهاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وإن رسول الله كان مسدداً موفقاً مؤيداً بروح القدس لا يزل ولا يخطي في شيء مما يسوس به الخلق فتأدب بآداب الله ....
"Sesungguhnya Allah SWT mendidik nabi–Nya dan memperindah didikannya. Lalu, setelah purna didikan itu, Dia berfirman, 'Sesungguhnya Engkau (pribadi mulia), benar–benar berbudi pekerti yang agung.' Kemudian Dia melimpahkan urusan agama dan bangsa kepadanya agar dapat mengatur urusan para hamba-Nya."
Kemudian Dia berfirman, "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah..." (QS Al Hasyr ayat 7). Sungguh Rasulullah SAW itu pemandu dan pendamai..."
Politik dalam Islam bukanlah yang menyebabkan permusuhan di antara kelompok manusia. Politik bertujuan untuk menciptakan keadilan untuk semua, tanpa pandang bulu. Saat mengambil keputusan dalam perkara kerja-kerja politik, pun tidak berat sebelah dan tidak didasarkan pada permusuhan.
Hal itu ditegaskan dalam Alquran, sebagaimana tercantum pada Surat An Nahl ayat 90, "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS An Nahl ayat 90)
Lihat halaman berikutnya >>>
Ikuti Whatsapp Channel Republika
