Senin 22 May 2023 13:56 WIB

Menahan Kentut Saat Sholat, Bagaimana Sebaiknya?

Terkadang ada rasa ingin kentut saat sedang sholat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
 Menahan Kentut Saat Sholat, Bagaimana Sebaiknya?. Foto: Seluruh pengurus masjid di Jakarta diminta tiadakan shalat Jumat untuk sementara. Ilustrasi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menahan Kentut Saat Sholat, Bagaimana Sebaiknya?. Foto: Seluruh pengurus masjid di Jakarta diminta tiadakan shalat Jumat untuk sementara. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Umat Islam diwajibkan untuk menunaikan sholat lima waktu. Namun, saat melaksanakan ibadah ini, terkadang ada hasrat untuk membuang kentut. Sementara, kentut termasuk salah satu yang membatalkan sholat.

Lalu bagaimana sebaiknya? Apakah kita harus menahan kentut sampai selesai sholat atau membatalkan sholat?

Baca Juga

Dalam buku berjudul “Tanya Jawab Fikih Keseharian” terbitan Qafila, KH Mahbub Maafi menjelaskan, seringkali ketika sholat tiba-tiba ingin kentut. Karena terjadi di tnegah-tengah sholat, maka kita pun biasanya berusaha sekuat mungkin untuk menahan kentut tersebut agar jangan sampai keluar.

Menurut Kiai Mahbub, persoalan menahan kentut di tengah sholat tidak pernah dibicarakan secara langsung dalam hadits Rasulullah SAW, tapi dia menemukan hadits tentang menahan keinginan untuk makan ketika makanan telah disuguhkan dan menahan kencing atau buang air besar ketika dalam sholat.

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ

 “Tidak ada sholat di hadapan makanan, begitu juga tidak ada sholat sedang ia menahan air kencing dan air besar (al-akhbatsani).” (HR Muslim).

Kiai Mahbub menjelaskan, yang dimaksud dengan “tidak ada sholat”dalam hadits tersebut adalah tidak sempurna sholatnya seseorang. Sedangkan yang dimaksud “di hadapan makanan” adalah ketika makanan dihidangkan dan dia ingin memakannya.

“Begitu juga ketika menahan air kencing dan buang air besar,” jelas Kiai Mahbub yang kini juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU.

Menuqil penjelaskan Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Kiai Mahbun menjelaskan bahwa hadits di atas mengandung hukum makruh sholat bagi seseorang ketika makanan telah dihidangkan dan ia ingin memakannya, dan bagi orang yang menahan kencing dan buang air besar.

“Makruh artinya boleh dikerjakan tetapi lebih baik ditinggalkan. Kenapa menjalankan sholat dalam kondisi seperti itu dihukumi makruh? Karena dapat mengganggu pikiran dan menghilangkan kesempurnaan kekhusyukannya,” jelas Kiai Mahbub.

Jadi, tambah dia, yang menjadi illah al-hukm atau alasan hukum kemakruhannya adalah hilangnya kekhusyukan sehingga dari sini dapat dipahami bahwa sesuatu yang menimbulkan hilangnya kemakruhan seperti kasus di atas dapat dihukumi sama.

Berdasarkan keterangan dalam kitab Imam Muhyiddin, Kiai Mahbub pun menegaskan bahwa ketika ada seseorang yang menahan kentut saat sholat, maka sholatnya menjadi makruh sepanjang waktunya masih longgar, yakni apabila ia membatalkan sholat masih ada sisa waktu untuk mengulangi sholatnya.

“Sebab, menahan kentut dalam sholat juga termasuk hal yang bisa merusak atau menghilangkan kekhusyukan,” kata Kiai Mahbub.

Ketika orang tersebut melakukan sholat dalam keadaan seperti itu, maka ia melakukan hal yang dimakruhkan. Menurut Mazhab Syafi’i dan mayoritas ulama, kata Kiai Mahbub, sholatnya memang tetap sah tetapi disunahkan untuk mengulanginya. Sementara, menurut Mazhab Zhahiri, sholatnya batal sebagaimana dikemukakan oleh Qadli Iyadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement