Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir
Pandangan beberapa ahli tafsir kontemporer seperti Imam Musthafa al-Maraghi, Imam Abu Zuhrah, Imam al-Qasimi dan lain-lain, sepertinya cenderung menyetujui langkah yang diambil Nabi Harun AS.
Apa yang bisa disimpulkan dari uraian ini?
Pertama, masalah akidah adalah masalah pokok, bahkan induk dari segala masalah yang pokok.
Kedua, marah ketika akidah dinodai adalah tanda keimanan seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Musa as.
Ketiga, ada saatnya, dalam beberapa kondisi dan situasi, menjaga keutuhan masyarakat lebih diutamakan daripada masalah akidah, setidaknya untuk sementara waktu sampai ada tindakan pencegahan yang lebih solutif.
Keempat, meskipun seorang Nabi, tapi Harun lebih memilih untuk menunggu kepulangan saudaranya, Musa, yang lebih kredibel dan berkompeten untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.
Baca juga: Gus Baha: Dulu Orang Berkorban untuk Negara, Kini Malah Meminta
Kelima, untuk kasus yang sudah jelas, pasti, terang-benderang, dan tidak diragukan lagi bertentangan dengan akidah yang benar, Nabi Harun as masih memilih sikap yang hati-hati, apalagi untuk sesuatu yang belum pasti, ada beragam sudut pandang yang argumentatif, atau sesuatu yang terjadi karena kebodohan (ketidaktahuan) dan sebagainya. Tentu semestinya lebih berhati-hati lagi.
والله تعالى أعلم وأحكم