Di Madinah, alasan ketakutan juga menyelimuti musuh-musuh Is lam. Ca tat an para ahli Sirah bahwa kasus-kasus penghinaan terhadap Rasulullah SAW meningkat setelah perang Badar, menarik untuk dicermati.
Dengan kemenangan kaum Muslim di Badar, pemuka-pemuka Yahudi dan Munafiqun 'kehilangan' harapan Islam hancur di tangan musuhnya. Sementara di dalam Madinah, mereka menyaksikan Islam bertambah kuat dan solid. Hubungan Muhajirin dan Anshar semakin akrab, Aus dan Khazraj semakin rukun, pasar Qainuqa' semakin tergerus oleh pasar baru Manakhah, dan lain sebagainya.
Tindakan membabi buta Ka'ab bin alAsy raf merusak pasar kaum Muslimin. Kepergiannya bersama Huyay bin Akh thab ke Makkah setelah Badar untuk ber be lasungkawa dan mengobarkan semangat balas dendam.
Syair-syair Ka'ab, Ibn 'Afak, dan 'Ashma' binti Marwan menghina Rasulullah SAW menodai kehormatan kaum Muslim, dan memprovokasi musuh untuk menyerang Madinah, menjadi bukti sikap kalang kabut dan frustrasi mereka dalam menghadapi kemajuan kaum Muslim, yang tidak mungkin lagi dibendung.
Penghinaan terhadap Rasulullah SAW dilakukan musuh-musuh 'cerdas' yang ketakutan. Mereka membaca dengan baik kekuatan Islam dalam peta percaturan regional dan global yang tidak bisa di bendung. Di sisi lain, mereka menyadari Islam adalah ancaman paling serius yang dapat meruntuhkan hegemoni politik dan ekonomi mereka. Islam tampil dengan menawarkan formula kehidupan baru yang mereka sadari akan meruntuhkan tatanan jahiliyah, yang menguntungkan mereka selama ini.
Naskah ini bagian dari artikel Dr Asep Sobari, Direktur Eksekutif INSIST yang tayang di Harian Republika, 2020.