Jumat 22 May 2020 15:28 WIB

Kabar dari Laos: Minoritas Muslim di Negeri Seribu Gajah

Diperkirakan Islam dibawa masuk ke Laos dari Tiongkok oleh saudagar asal Yunnan.

Kabar dari Laos: Minoritas Muslim di Negeri Seribu Gajah. Masjid Al-Azhar di Vientiane, Laos.
Foto:

Meskipun kurang lebih sudah 7 tahun yang lalu sejak kunjungan terakhir kami ke Laos, sepenggal kisah yang kami temukan di Savannakhet ini nampaknya sulit untuk terlepas dari benak. Dari perjalanan ke Savannakhet dalam rangka mengunjungi saudara Muslim yang baru memeluk Islam inilah cerita itu bermula.

Saat itu, ada tiga keluarga menetap di sana. Sayangnya, tak ada seorang pun yang dapat mengajari mereka tentang Islam. Hanya seorang yang masih dapat melafadzkan syahadat dengan benar.

Setiba di sebuah rumah toko (ruko) persis bersebelahan sebuah hotel yang cukup besar di Savannakhet, seorang perempuan muda yang berusia sekitar 30-an menerima kami. Di depan rumah yang juga berfungsi sebagai tempat berniaga ini, sebelah kanan kirinya terdapat altar sembahyang bagi pemeluk Buddha lengkap dengan sesajian dan dupa yang masih menyala.

Dengan senyum ramah kami dipersilahkan masuk ke dalam rumahnya. Tak lama setelah itu seorang perempuan tua kisaran usia 60-an dengan langkah kecilnya turun dari sepeda motor dan masuk menghampiri kami.

Senyumnya mengembang namun air matanya terlihat berlinang. Rupanya dia sangat terharu sekali atas kedatangan kami. Belasan tahun setelah suaminya meninggal dunia nyaris tak seorang pun Muslim yang datang ke rumahnya.

Chek Lie, perempuan berusia senja yang tetap mengaku Islam ini berasal dari Saigon Vietnam. Ia menikah dengan pemuda asal Kamboja bernama Ali. Menetap di Savannakhet, Chek Lie dikarunia dua orang anak.

Di rumah Chek Lie itu kami menunaikan shalat Maghrib. Di dalam rumah yang cukup besar itu pun terdapat altar tempat sembahyang yang jauh lebih besar dari altar yang di luar. Melihat kami akan shalat, bergegas Chek Lie menutupi altar itu dengan kain. Masih lekat di benak saya ketika azan berkumandang di rumah itu, Chek Lie dengan seketika menengadah seraya berdoa. Tubuhnya bersimpuh di atas lantai sembari menangis.

Tak ada mukena, tak ada Al-Qur’an ataupun sajadah. Tak ada seorang pun yang mengenal Islam yang mampu membimbing mereka. Di kala itu, suami yang membawanya kepada Islam pun telah tiada.

Dari segi materi, Chek Lie terlihat tidak kekurangan. Harta peninggalan suaminya masih mampu menopangnya. Petang itu Chek Lie ikut shalat berjamaah di belakang kami. Walaupun terlihat bingung, Chek Lie mengikuti jamaah shalat dengan selembar kerudung putih dan baju serta rok yang dipakainya sebagai pengganti mukena. Mungkin ini merupakan kali pertama Chek Lie menunaikan shalat selama belasan tahun sepeninggal suaminya.

Malam itu selepas makan malam di rumah Chek Lie, Chek Lie mengucapkan ulang dua kalimat syahadat dengan bimbingan ustazd Yusuf. Syahadat ini pun diikuti putri Chek Lie dan kedua cucu nya yang sudah berumur 9 dan 10 tahun.

Meskipun di tahun 2016 terdengar kabar bahwa Chek Lie telah berpulang, di kala kunjungan itu, sempat kutanya apa harapan Chek Lie di hari tuanya. Chek Lie mengharap ada da’i yang datang ke sana, mengajarkan mereka tentang Islam.

Chek Lie pun bermimpi ada sebuah Mushalla yang bediri tegak di bumi Savannakhet. Sempat terlontar dari bibir Chek Lie tentang kegigihannya dalam mempertahankan Islam sebagai agama yang diyakininya. “Sampai akhir hayat aku tetap Islam,” kata Chek Lie yang diterjemahkan oleh Ustadz Yusuf asal Pattani yang menjadi juru bicara dan imam shalat kami pada saat itu.

Itu adalah sepenggal cerita yang dibawa setelah berkunjung ke salah satu provinsi di Laos. Di Vientiane sendiri, keberadaan masyarakat Muslim lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan mereka yang tersebar di daerah lainnya. Meskipun tergolong lambat, menurut data yang didapatkan dari salah satu kantor berita Negeri Jiran Al-Hijrah, di tahun 2016 kurang lebih telah bertambah 30 orang yang memeluk Islam sejak tahun 2011. Dua masjid yang ada di Vientiane pun menjadi pusat kegiatan keagamaan umat Islam yang ada di ibukota negara tersebut.

Minoritas Muslim Laos pun menetap di sejumlah daerah dengan damai, meskipun, bisa dikatakan mereka masih hidup dengan pengetahuan tentang Islam yang seadanya. Saudara Muslim dari negara-negara tetangga pun tak jarang mengunjungi mereka dan memberikan dukungan berupa sumbangan materiil ataupun dalam hal peningkatan pemahaman keagamaan.

 

Imbalo Iman Sakti, Pegiat Dakwah Muhammadiyah

Sumber: https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/03/30/kabar-dari-laos-minoritas-muslim-di-negeri-seribu-gajah/

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement