Sabtu 02 May 2020 04:32 WIB
Islam

Islam di Madura dan Perlawanan Trunojoyo Terhadap Belanda

Perlawanan Trunojoyo

Penikaman Trunojoyo oleh Amangkurat III.
Foto:

Dan seketika dia akan naik takhta diulurkan lagi perjanjian-perjanjian baru yang lebih mengikat. Kelemahan pertahanan Mataram memaksa Susuhunan yang baru itu menerimanya pula. Bahkan diberi ancaman halus bahwa ayahnya akan dibawa pulang kembali, kalau perjanjian itu tidak ditandatanganinya. Adiknya Pangeran Puger berontak pula dan diangkat pula oleh pengikutnya menjadi Susuhunan!

Adapun Sang Ayah, Amangkurat I mengembaralah dia dari satu negeri ke negeri lain dalam keadaan sakit-sakit, akibat tekanan jiwa, yang boleh disebut gila. Sebab kebesaran pusaka ayahnya Sultan Agung telah hancur-lebur sesampai di tangannya, apatah lagi setelah dalam terdesak itu terasa pentingnya Agama Islam sebagai pegangan hidup, padahal Ulama Islam dibunuhi! Akhirnya karena berat sakitnya itu, sesampai di satu tempat bernama Wonosoyo beliau wafat dan dikuburkan di daerah Tegal, di satu tempat bernama Tegal Wangi, atau Tegal Harum.

Perlawanan Trunojoyo terhadap VOC | Sejarah Negara

Keterangan Foto: Trunojoyo

Setelah kekuasaan yang sebenarnya berada dalam tangan Kompeni, dan tentara Mataram sendiri pada hakikatnyapun telah dalam Komando Kompeni, mulailah dilancarkan gerakan "membasmi pemberontak". Tiga Sekawan itu. Trunojoyo, Karaeng Galesong, Pangeran Giri.

Tidaklah akan kita panjangkan cerita bagaimana hebatnya peperangan itu, sehingga sebagian besar dari Jawa Timur dan Pesisir Jawa Tengah telah jatuh ke bawah kekuasaan Trunojoyo. Inti kekuatan terletak di pulau Madura, hembusan semangat dari Giri dan kegagah-perkasaan dari Makassar.

Oleh karena bantuan yang bertubi-tubi datangnya dari "Batavia", kian lama kian terdesak jugalah tentara Trunojoyo.

Tetapi yang menentukan bukanlah tentara Belanda, karena dia tidak tahan berperang di tempat yang panas. Belanda terpaksa mendatangkan Aru Palaka. Aru Palaka lagi! Dia sanggup melawan taktik perang Karaeng Galesong orang Makassar, dengan taktik anak Bugis! Sesudah kekalahan Karaeng Galesong, dan jalan dibuka oleh Aru Palaka, barulah Kompeni dapat merebut Porong, akhirnya sampai ke Ngantang di Timur Laut.

Tetapi seketika Trunojoyo terdesak dan naik ke lereng Gunung Kelud, Kompeni mengirim Kapten Yonker, anak Ambon yang terkenal itu untuk mengepung beliau. Setelah habis segala pertahanan dan perbekalan tidak ada lagi, Trunojoyo, atau Prabu Maduretno mengirim utusan membawa kerisnya kepada Kapten itu, alamat menyerah, (27 Desember 1679). Seketika menyerah itu dia berkata.

"Saya serahkan diriku kepadamu, Kapten. Karena aku lihat engkau seorang satria yang teguh janji. Aku hanya menyerah kepadamu, bukan kepada Susuhunan. Engkau harus memperlakukan daku sebagai tawanan perang!"

Mulanya Yonker meyakinkan akan meneguhi janjinya. Tetapi janji itu tidak dapat dipertahankannya lama. Karena desakan Kompeni dia harus menyerahkan Trunojoyo kepada Kompeni. Dan oleh Kompeni diserahkan kepada Amangkurat II. Dan beberapa hari kemudian itu Amangkurat II menyentak kerisnya dalam majlis dan menikam Trunojoyo!

Adapun Kapten Yonker, anak Islam dari Ambon yang selama ini setia kepada Kompeni itu, tawanannya yang dibunuh, padahal dia telah berjanji akan memberikan perlindungan, sehingga bisa Trunojoyo dibuang saja, sakitlah hatinya melihat perbuatan yang pengecut itu. (Inilah salah satu sebab maka 10 tahun di belakang, Yonker sendiri pun dihukum mati Kompeni, karena ikut dalam satu komplotan menentang Kompeni di "Batavia" (1798).

Dan bersamaan dengan itu dibunuh pula Pangeran Giri, bahkan dimusnahkan bersama dengan keturunannya, dirampas keris pusakanya, yang dengan keris itu nenek-moyangnya dahulu melawan Kerajaan Majapahit!

Demikianlah kisah perjuangan Islam meminta tempatnya di sebagian tanah air kita ini dalam abad ketujuh belas. Madura menempati sejarah istimewa.

Dan sejak itu pula kekuasaan Kompeni tertanamlah atas Kerajaan Mataram dan seluruh tanah Jawa, sampai timbul beberapa pemberontakan lagi, baik di Jawa Barat (Pangeran Purbaya, Kiyahi Topo) atau di Jawa Timur (Surapati).

Dan sejak itu pula bekerja keraslah para "pujangga" membuat sanjak dan gending, mengejek menghina Ulama, mengolok-olok serbannya. Belanda pun kerja keras pula memupuk perasaan demikian, sehingga timbul kata "Mutihan" dan "Ngabangan”. Karena di daerah kerajaan, Ulama merasa hanya jadi ejekan, mereka pun mengungsi ke Jawa Timur atau ke Madura. Di sebelah Jawa Timur dan Madura lebih banyak berdiri pondok-pondok tempat santri belajar. Dan orang-orang Arab pun dilarang masuk ke Surakarta beberapa waktu lamanya.

Sejarah berjalan terus. Meskipun telah diusahakan membuat Islam menjadi agama yang hanya untuk dilagakkan, bukan untuk dijadikan dasar hidup yang sejati, namun pelopor penegakan Kerajaan Islam, dan yang kembali memakai pakaian yang dahulu diejek, yaitu jubah dan serban, rambut panjang dicukur dan dipakai kopiah putih, dengan keris tersisip di pinggang dan tasbih di tangan bersama pedang, ialah putera keturunan Amangkurat dan Sultan Agung jua. Pangeran Amiril Mukminin Abdul Hamid Diponegoro! Dibantu oleh Kiyahi Mojo . . . Kiyahi lagi!

Betapapun jua Islam diperbuat di Jawa Tengah namun kebangkitan perjuangan Islam secara baru, dimulai oleh seorang anak bangsawan. Dari pihak ibu dia keturunan Susuhunan Solo sendiri, dan dari pihak bapak dia keturunan Kiyahi. Itulah Raden Omar Said Cokroaminoto.

Dan kebangkitan yang lain dari segi agama, timbul dari Jawa Tengah juga dari kalangan "Abdidalam" Kerajaan Yogyakarta, yaitu Kiyahi H. A. Dahlan, pendiri Muhammadiyah!

Itulah satu Mu'jizat dari Islam! Bagaimanapun dia dihalangi dan dicoba menghancurkan, kadang-kadang keturunan dari yang menghalanginya itu tegak menjadi pembela daripada apa yang pernah dihalangi oleh nenek-moyangnya.

Kerajaan Moghul yang menyemarakkan Islam di India dan sanggup suatu waktu mempersatukan seluruh India di bawah bendera Islam, adalah keturunan daripada Jengis Khan dan Houlako Khan yang pernah mencoba menghancurkan kemegahan Islam di Baghdad!.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement