Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:
وَيَقُولُ يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ نَفْسَكَ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ قَالَ سُفْيَانُ وَأَفْتَوْكَ
Artinya: “Wahai Wabishah bin Ma’bad, mintalah fatwa pada hatimu (tiga kali), karena kebaikan adalah yang membuat tenang jiwa dan hatimu. Dan dosa adalah yang membuat bimbang hatimu dan goncang dadamu. Walaupun engkau meminta fatwa pada orang-orang dan mereka memberimu fatwa” ( HR. Ahmad).
Jika masih isykal (dilema), menurut Muhyi, maka umat Islam bisa melaksanakan sholat istikharah dua rakaat dan memohon kepada Allah agar diberi petunjuk.
“Tetapi ada dua pedoman atau metode ketika memutuskan sesuatu itu, yaitu metode istikharah dan istisyarah,” kata Ketua PCNU Situbondo ini.
Dia menjelaskan, istikharah adalah tuntunan bagi umat Islam ketika harus mengambil keputusan dan menentukan pilihan secara spiritual. Sedangkan dengan istisyarah, akan ada pendapat-pendapat yang membantu memberi perspektif yang lebih luas dari pandangan kita yang terbatas.
“Istikharah itu memohon petunjuk kepada Allah. Sedangkan istisyarah itu merembukkan dengan teman untuk menimbang secara rasionalitas,” kata Kiai Muhyi.