"...Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An Nisa ayat 29)
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya,..." (QS Al Isra ayat 33)
Sebagian besar ulama fiqih dari mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi'i berpendapat seorang Muslim yang mati bunuh diri harus disholatkan. Karena dengan bunuh dirinya itu tidak berarti telah keluar dari Islam.
Adapun menurut Umar bin Abdul Aziz dan Al Awza'i, sholat jenazah tidak diperlukan bagi orang yang mati bunuh diri. Pandangan ini selaras dengan pendapat Abu Yusuf dari mazhab Hanafi. Dasarnya ialah hadits riwayat Jabir bin Samra, sebagai berikut.
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ
Dari Jabir bin Samurah, dia berkata, "Jenazah seseorang yang mati bunuh diri dengan ujung tombak dibawa ke hadapan Nabi, namun Nabi tidak mensholatkannya." (HR. Muslim)
Dikatakan orang yang bunuh diri tidak diterima taubatnya sehingga tidak dilaksanakan sholat jenazah untuknya. Pengikut Mazhab Imam Hambali menyampaikan Imam Hambali tidak mensholatkan jenazah orang yang mati bunuh diri, tetapi orang-orang yang berjalan itu mensholatkannya. Artinya, penolakan masyarakat untuk mensholatkan jenazah yang mati bunuh diri tidak berarti menolak memakamkan jenazah tersebut.