Kamis 17 Aug 2023 12:15 WIB

Perjuangan Ulama Aceh Rebut Kemerdekaan

Ulama Aceh mengorbankan nyawa mereka demi meraih kemerdekaan.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi makam pahlawan.
Foto:

Van Daalen telah melaksanakan tugasnya dengan sangat kejam dan biadab. la tidak segan-segan membantai lawan-lawannya dalam setiap pertempuran. Hal ini dapat dilihat dari korban pembantaiannya yang dilakukan pada pertempuran di desa Kuto Reh, Likat dan Kuto Lengat (tanah Geyo).

Dalam pertempuran ini Van Dealen telah membunuh secara massal pejuang Aceh yang tidak hanya laki-laki, tetapi juga kaum wanita dan anak- anak yang tidak berdosa. 

Dalam periode ini banyak para ulama dan pejuang yang syahid. Para ulama terkemuka itu antara lain adalah Teungku Di Alue Keutapang, Teungku Kadli, Teungku Di Cot Cicem, Tengku Leman dan para ulama lainnya.

Korban keganasan Belanda juga dialami oleh Sultan Aceh Muhammad Daud Syah. Ia dianggap telah melanggar janji kesetiaannya kepada Belanda, karena turut membantu para ulama dalam melakukan perang sabil. Akibatnya pada bulan Desember 1907, Sultan Muhammad Daud Syah dibuang oleh Belanda ke Ambon.

Belanda memperkirakan bahwa dengan dibuangnya sultan, perlawanan para ulama dan pejuang lainnya secara berangsur-angsur akan turun dan takluk kepada Belanda. Namun perkiraan ini meleset, bahkan rakyat Aceh masih melancarkan penyerangan secara sistematis seperti yang terjadi di Lhok Seumawe, Lhok Sukon, ldi dan Tapaktuan.

Menghadapi situasi seperti ini, gubernur militer Belanda Letnan Kolonel H.N.A. Swart sejak ditugaskannya di Aceh pada 10 Juni 1908, melakukan pengejaran secara besar-besaran terhadap para ulama yang memimpin peperangan. Pada September 1909, Teungku Di Buket den Teungku Chik Mayet syahid, keduanya adalah putera Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman.

Beberapa kekalahan lainnya di pihak Aceh adalah menyerahnya Teuku Banta dengan 106 pengikutnya (Juli 1908). Teuku Ben Blang Pidie dengan 160 pengikutnya (Juli 1908). Setahun kemudian banyak juga para alim ulama yang gugur. Di antaranya, Teungku Di Kunat (November 1909), Teungku Di Reubee (Desember 1909), Habib Ahmad (Mei 1910). Teungku-Saleh, Teungku Kalipah, Teungku Ma'at (Maret 1911 ), dan Teungku Di Barat (Februari 1912).

Selain itu karena tekanan-tekanan yang dilakukan Belanda, menyerah juga Teungku Leman dari keluarga ulama Tiro (September 1910), Teungku Di Pidie di Aceh Barat. Keujruen Pameue (Maret 1911), Habib Musa dan Teungku Mat Aceh (1913). 

Perlawanan Terhadap Kolonialisme tidak Berakhir

Walaupun Belanda melakukan tekanan secara terus menerus terhadap para ulama dan pejuang Aceh. Namun perlawanan terhadap kolonialisme Belanda tidak pernah berakhir secara total.

 

Lihat halaman berikutnya >>> 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement