REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Apakah sama hukuman antara mencuri dan korupsi, yaitu bisa diterapkan hukuman hudud dipotong tangannya?
Menurut Dr Erwandi Tarmidzi dalam Harta Haram Muamalat Kontemporer menjelaskan, tidak sama antara hukum mencuri dan korupsi di dalam Islam.
Korupsi lebih dekat sebagai ghulul yang dimaknai seba gai pengkhianatan kepada harta negara. Perbedaan mendasar antara mencuri dan korupsi dalam Islam adalah pencurian (yang divonis potong tangan) memiliki salah satu syarat, yakni berada dalam jangkauan pengamanan pemiliknya.
Beberapa contohnya, yakni emas yang disimpan dalam brankas atau mobil di dalam bagasi. Sementara itu, harta yang dikorupsi sebelumnya memang bisa diakses oleh pejabat atau administrator negara yang korup. Harta itu diselewengkan dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri. Begitulah perbedaan di antara keduanya.
Hukuman untuk tindak pidana pencurian yang memenuhi persyaratan di atas adalah potong tangan. Sebab, Islam menganggap harta adalah salah satu hal yang harus dijaga. Karena itu, harus ada hukuman setimpal untuk masalah pencurian.
Baca juga: Ketika Kabah Berlumuran Darah Manusia, Mayat di Sumur Zamzam, dan Haji Terhenti 10 Tahun
Abdul Qadir Audah dalam Ensiklopedi Hukum Pidana Islam jilid V menuliskan, empat imam mazhab, ulama Zahiriyah, dan Syiah Zaidiyah mendefinisikan hukuman potong tangan dari telapak sampai pergelangan. Sebab, mereka beranggapan batas minimal tangan, yakni dari jari sampai pergelangan tangan Dalam QS al-Maidah ayat 38, Allah SWT berfirman:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."