REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA menjelaskan tentang apakah hukuman bagi pejabat yang korupsi sejajar dengan pencurian pada umumnya. Dia mengatakan, korupsi dapat digolongkan ke dalam jenis-jenis dosa besar.
Walaupun, dia mengakui, tidak ada dalil yang secara langsung menyebutkannya seperti halnya syirik, zina, minum khamar dan lainnya. "Mungkin karena di masa Rasulullah SAW jarang atau bahkan tidak ada kasus korupsi," paparnya dikutip dari laman Rumah Fiqih Indonesia, Ahad (6/12).
Tindakan korupsi dilihat dari hukum Islam maka bisa digolongkan sebagai bentuk perbuatan khianat. Sebab, pejabat yang korupsi sebelumnya telah diberi amanah dari rakyat untuk menjalankan tugasnya dengan anggaran yang telah ditetapkan. Namun, bukannya menjalankan amanah, pejabat itu malah merugikan rakyat dengan tindakan korupsinya.
Ustadz Ahmad menerangkan, korupsi sedikit berbeda dengan delik pencurian. Karena ada syarat bahwa pencuri itu bukan orang yang punya akses ke tempat uang. Artinya, uang atau harta itu disimpat di tempat yang aman, lalu pencuri sengaja menjebolnya, baik merusak pengaman atau mendobraknya.
Definisi pencurian yang disepakati para ulama umumnya adalah: "Mengambil hak orang lain secara tersembunyi (tidak diketahui) atau saat lengah di mana barang itu sudah dalam penjagaan/dilindungi oleh pemiliknya."
Secara hukum hudud, pencuri yang sudah memenuhi syarat pencurian, wajib dipotong tangannya, sebagaimana firman Allah SWT:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang." (QS Al-Maidah: 38)
Dalam konteks itu, apakah hukuman bagi koruptor sama dengan hukuman pencurian? Ustadz Ahmad menjelaskan, delik hukum untuk pejabat yang korupsi sedikit berbeda dengan pencurian karena korupsi dilakukan oleh 'orang dalam'. "Namun bahwa dosanya besar, tentu saja tidak ada yang menentangnya," jelasnya.
Dalam hukum Islam, meski tidak ada nash Alquran dan Hadits tentang bentuk hukuman bagi pejabat yang melakukan tindakan korupsi, masih ada hukum ta'zir. "Sehingga asalkan sistem dan aparat hukumnya baik, pelaku korupsi tetap bisa menerima 'hadiah' hukuman setimpal. Bahkan bisa dihukum mati juga," terang Ustadz Ahmad.