Jumat 19 May 2023 19:14 WIB

Apa Jadinya Jika Seseorang tidak Terima dengan Keputusan Allah SWT?

Percaya kepada ketetapan Allah SWT adalah termasuk rukun iman

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrai percaya kepada ketetapan Allah SWT. Percaya kepada ketetapan Allah SWT adalah termasuk rukun iman
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ilustrai percaya kepada ketetapan Allah SWT. Percaya kepada ketetapan Allah SWT adalah termasuk rukun iman

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Di antara rukun iman adalah percaya pada qadha dan qadar Allah SWT. Baik ketetapan baik atau ketetapan buruk. Lantas apa jadinya jika seseorang menolak qadha dan qadar? 

 

Baca Juga

Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali atau yang dikenal sebagai Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhaj al-Abidin menjelaskan bahwa kemarahan terhadap qadha atau keputusan Allah SWT bisa mendatangkan murka Allah SWT. 

 

Imam Al-Ghazali dalam bukunya bercerita, dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa salah seorang nabi mengadukan sebagian penderitaan yang dia alami kepada Allah SWT. 

 

Kemudian Allah bertanya kepada Nabi tersebut, "Apakah kamu mengadu (komplain) kepada-Ku, sedangkan Aku bukanlah Dzat yang memiliki cela dan dapat diajui keberatan?" 

 

"Mengapa kamu kesal dengan qadha (keputusan-Ku) terhadap dirimu, apakah kamu menginginkan Aku mengubah dunia demi kamu atau Aku mengubah Lauhul Mahfudz karena kamu? Lalu Aku memutuskan apa yang kamu inginkan, bukan apa yang Aku inginkan? Kemudian yang terjadi adalah apa yang kamu sukai, bukan yang Aku sukai." 

 

"Maka demi kemuliaan-Ku, jika hal ini terlintas di benak kamu untuk kedua kalinya, maka Aku benar-benar akan mencabut pakaian kenabian darimu, dan Aku tanpa ragu akan memasukkan kamu ke dalam neraka." 

 

Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam bukunya, wahai orang-orang yang berakal, dengarkan kebajikan yang agung ini dan ancaman yang sangat besar terhadap para nabi serta orang pilihan-Nya. Bagaimana juga dengan yang selain mereka. 

 

Renungkan pernyataan Allah Ta'ala ini, "Kalau hal ini terlintas di dalam benakmu untuk kedua kalinya . . ." Kalimat ini hanya merujuk pada bisikan jiwa dan keraguan hati terhadap ketentuan Allah SWT. 

 

Bayangkan, bagaimana dengan orang yang secara terang-terangan menyatakan kekesalannya terhadap keputusan Allah SWT dengan cara meratap dan berteriak kepada Rabb Yang Mahamulia lagi Mahabaik.

Baca juga: Mualaf Theresa Corbin, Terpikat dengan Konsep Islam yang Sempurna Tentang Tuhan

 

Imam Al-Ghazali menjelaskan, kisah tersebut baru menggambarkan orang yang mengadu satu kali saja kepada Allah SWT. 

 

Maka bagaimana dengan orang yang kesal terhadap Allah SWT sepanjang usianya, bagaimana juga dengan orang yang mengadu kepada selain Allah SWT. 

 

Maka kita mohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan nafsu kita dan dari keburukan perbuatan kita, serta kita memohon kepada Allah agar memaafkan kita, mengampuni keburukan adab kita, dan memperbaiki perilaku kita. Sesungguhnya Dia Mahapengasih dari yang paling pengasih. 

 

Dilansir dari Kitab Minhaj al-Abidin yang diterjemahkan Abu Hamas As-Sasaky dan diterbitkan Khatulistiwa Press 2013.  

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement