REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena flexing tengah ramai diperbincangkan media sosial. Terutama dengan kasus anak pejabat yang tersandung kasus kekerasan dan pamer harta kekayaan orang tua.
Lantas, bagaimana fenomena flexing menurut Islam? Mengutip laman Kemenag, definisi flexing merujuk pada pendapat Profesor Renald Kasali istilah ini adalah bentuk pencapaian diri seseorang dalam bentuk materi berlimpah, namun dipamerkan lewat sosial media Instagram, Twitter, Tiktok, dan Youtube, serta pemberitaan media massa.
Inti dari aksi flexing untuk mendapatkan pengakuan dan opini publik, bahwa yang bersangkutan merupakan orang yang kaya. Imbas dari flexing ini, muncullah fenomena crazy rich atau sultan. Yang merujuk pada orang yang suka memakai barang bermerek, kendaraan mewah, uang yang bergelimpangan, dan pakaian mewah.
Flexing adalah tindakan memamerkan harta. Pamer adalah bagian dari kesombongan, berbangga diri serta sikap riya ingin dipuji oleh manusia lain. Dalam Islam perilaku flexing amat terlarang, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam surat Luqman ayat 18,
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
"Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri."
Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah jilid X halaman 111, ayat ini merupakan nasihat Luqman berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berinteraksi dengan sesama manusia. Luqman menasehati anaknya ataupun siapa saja di muka bumi, jangan melakukan penghinaan dan kesombongan. Akan tetapi, tampakkanlah wajah berseri dan penuh rendah hati.