"Hukum mati ada, hanya saja dalam hal ini tergantung, dari mau jadi hukuman mati atau tidak, bisa hukuman mati bisa tidak, tergantung nego," kata Ustadz Ahmad.
Ustadz Ahmad mengatakan, dalam masa Nabi Muhammad ﷺ terdapat qisas, di mana pelaku dapat terhindar dari hukuman mati. Untuk menghindari hukuman mati, maka pelaku melobi keluarga korban sampai bebas, atau dengan sejumlah uang tertentu.
"Kasus tenaga kerja di Arab Saudi yang terlibat pembunuhan ada yang hukuman mati, (karena) terlibat membunuh. (Namun) yang berhasil diselamatkan banyak, rata-rata dibantu nego," kata Ustadz Ahmad.
Ustadz Ahmad mengatakan, apabila seseorang terbukti melakukan pembunuhan, dan di semua tingkat pengadilan merujuk pada hukuman mati, maka terakhir yang dapat dilakukan yakni pengampunan kepada keluarga korban.
Selanjutnya, apabila dari lima bersaudara dari korban hanya satu saja yang memberikan pengampunan, maka dia dapat terbebas dari hukuman mati.
"Nabi prinsipnya tolak hudud dengan cari excuse, yang meringankan. Kalau dibilang (hukum Islam) kejam, secara teori rajam, (pada) qisas masuk ke dalamnya lega," kata Ustadz Ahmad.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَحِلُّ دَمُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
Dari Abdullah bin Masud RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal ditumpahkan darah (dibunuh) seorang Muslim yang telah bersyahadat "Ia ilaha iIIallah" dan dia bersyahadat bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dia melakukan salah satu dari tiga hal, melakukan zina dan dia adalah seorang yang pernah menikah, membunuh jiwa orang Iain, dan keluar dari agama Islam (murtad) yang memberontak terhadap pemimpin yang bertakwa". (HR Bukhari dan Muslim).