Kamis 24 Feb 2022 20:02 WIB

Raden Aria Wasangkara Ulama Pendiri Tangerang (III-Habis)

Raden Aria Wangsakara merupakan seorang ulama yang penuh keteladanan.

Warga melintas di dekat gerbang Masjid Kesultanan Banten di Kasemen, Serang, Banten, Ahad (4/7/2021). Pemprov Banten menutup sementara sejumlah objek wisata selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tanggal 3 - 20 Juli akibat tingginya angka penularan COVID-19 yang terjadi di hampir semua kabupaten/kota kecuali di Kabupaten Pandeglang.
Foto:

Mendirikan pesantren

Raden Aria Wangsakara merupakan seorang ulama.Perannya antara lain dikenang sebagai pendiri daerah Tangerang.Pada abad ke-17 M, keturunan bangsawan Sumedang itu diberi amanat oleh Kesultanan Banten untuk memimpin dan mengembangkan kawasan di sisi barat Jakarta tersebut.

Tokoh yang pada 2021 lalu diakui sebagai Pahlawan Nasional RI itu diketahui mendirikan pesantren di Grendeng Karawaci. Ia sendiri tinggal di Lengkong Kiai (kini Kabupaten Tangerang) hingga ajal menjemputnya.

Mulanya, kawasan Lengkong Kiai adalah hutan bambu. Daerah di sisi Sungai Cisadane itu lalu dibukanya.Setelah itu, Wangsakara menetap di sana bersama dengan istrinya, Nyi Mas Nurmala, yang adalah putri bupati Karawang Singaprabangsa.

Seperti umumnya permulaan pesantren, dirinya mengawali dengan membangun masjid. Masjid itu berbentuk sederhana. Temboknya berbahan bilik bambu, adapun atapnya dari rumbia. Setelah berdiri, tempat ibadah itu dinamakan sebagai Masjid al-Muttaqin. Hingga kini, masjid tersebut masih dapat dijumpai di Desa Lengkong Kulon, Pagedangan, Kabupaten Tangerang.

Di sekitar masjid itu, tempat- tempat hunian bagi para santri dibangunnya. Seiring perkembangan, makin banyak pemuda yang menuntut ilmu-ilmu agama darinya. Mereka menjadi santri yang sepenuh hati belajar dan berjuang di sisi Aria Wangsakara.

Pesantren itu pun sering menjadi basis perjuangan dalam menghadapi Kompeni (Belanda). Misalnya, pada 1658-1659, Kesultanan Banten mulai menyusun rencana penyerangan terhadap Batavia. Pintu masuknya adalah Angke. Maka, pesantren Aria Wangsakara dijadikan sebagai tempat mula-mula penyerbuan. Sayangnya, kabar rencana itu bocor sehingga diketahui Belanda.

Akan tetapi, perjuangan tak kenal surut. Sultan Banten saat itu, Ageng Tirtayasa, terus memberikan bantuan bagi pasukan yang di garda depan.Akhirnya, VOC kian terdesak sehingga meminta gencatan senjata pada 10 Juli 1659. 

Kompeni menaruh dendam kesumat pada Ageng Tirtayasa.Dengan cerdik, Belanda mendekati putra sang sultan, yakni Abdul Qahar.Putra mahkota itu dihasut dan diprovokasi, misalnya, bapaknya itu tidak akan menyerahkan kekuasaan sepenuhnya pada dirinya.

Dalam situasi tegang antara kubu Sultan Ageng Tirtayasa dan Abdul Qahar, datanglah kabar duka Aria Wangsakara wafat pada 15 Agustus 1681. Jenazahnya dimakamkan di Bale Kambang--kampung tempat tinggalnya--Lengkong, Pagedangan.Ribuan orang melayat, termasuk para petinggi Banten.

Sekitar dua tahun pasca-wafatnya sang alim, Ageng Tirtayasa ditangkap Belanda. Inilah awal dari runtuhnya Kesultanan Banten.

sumber : Islam Digest
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement