Jumat 17 Dec 2021 23:39 WIB

7 Alasan Dibolehkan Membuka Aib Orang Lain dan Bahaya Ghibah

Membuka aib orang lain pada dasarnya tidak diperbolehkan

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Membuka aib orang lain pada dasarnya tidak diperbolehkan. Membuka aib orang lain atau ghibah (ilustrasi)
Foto:

Kelima, jika kita mengetahui seseorang menyebarkan kepercayaan atau praktik sesat, kita harus memperingatkan orang-orang yang mudah tertipu agar mereka diselamatkan. 

Keenam, kita perlu menunjukkan kelemahan karakter individu yang mencalonkan diri sebagai calon pejabat publik atau posisi otoritas, terutama jika kita memiliki alasan yang kuat untuk percaya bahwa mereka akan merugikan kepentingan masyarakat atau bangsa.

Ketujuh, untuk tujuan meminta nasehat. Misalnya dengan mengucapkan , “Ayah saya telah berbuat begini kepada saya, apakah perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?”

Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lebih selamat bila ia mengutarakannya dengan ungkapan misalnya, “Bagaimana hukumnya bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya, apakah hal itu diperbolehkan?” Ungkapan semacam ini lebih selamat karena tidak menyebut orang tertentu. 

Bahaya ghibah

Ghibah dan adu domba (namimah) adalah salah satu dosa besar yang Allah SWT dan Rasulullah SAW larang. 

Syekh Ali Jumah, mantan Mufti Agung Mesir dan anggota senior Dewan Ulama Mesir, mengatakan dilarang duduk bersama orang-orang yang melakukan dosa-dosa tersebut, sebagaimana dilarang bagi seseorang untuk mendengarkan pantangan dan melihat hal-hal yang buruk.  

Syekh Jumah mengutip pernyataan Sufyan bin Uyainah yang mengatakan sebagai berikut:  

الْغِيبَةُ أَشَدُّ مِنَ الدَّيْنِ، الدَّيْنُ يُقْضَى، وَالْغِيبَةُ لَا تُقْضَى “Ghibah lebih parah daripada utang. Utang bisa saja ditunaikan, tetapi ghibah tidak bisa ditunaikan (maafnya).” 

Baca juga: 5 Alasan Mengapa Babi Haram Dikonsumsi Menurut Islam

 

Oleh karenanya, Komite Kajian Islam Mesir, menyarankan jika seseorang duduk di majelis dan ada banyak omong kosong, membuang-buang waktu, atau berbicara berdosa atau tidak berguna, atau bahkan berbicara fitnah dan gosip, lebih baik dia memperbanyak dzikir dan doa kafaratul majelis.   

مَنْ جَلَسَ فِي مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيهِ لَغَطُهُ، فَقَالَ قَبْلَ أَنْ يَقُومَ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا كَانَ فِي مَجْلِسِهِ ذَلِكَ

“Barangsiapa yang duduk di dalam suatu majlis, lalu banyak senda guraunya yang tidak bermanfaat dalam majlis tadi, lalu dia mengucapkan sebelum berdiri meninggalkan majelis itu: 

(subhanakallahum wa bihamdika asyhadu alla ilaha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik/Mahasuci Engkau, ya Allah dan saya mengucapkan puji-pujian padaMu. Saya menyaksikan bahawasanya tiada Tuhan melainkan Engkau, saya mohon ampun serta bertaubat pada-Mu), melainkan orang tersebut pasti diampunkan untuknya apa-apa yakni dosa yang diperolehnya dari majlis yang sedemikian tadi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement