Namun, tidak seutuhnya tepat dengan kemahasempurnaan-Nya. Setelah itu, manusia perlu mengakui, memuji dan takjub terhadap keagungan Allah yang tiada tara. Itulah makna tasbih.
Al-‘Azhîm di ayat tersebut dipahami sebagai sifat Allah yang menunjukkan seluruh kebesaran dan kesempurnaan-Nya. Sehingga, tepatlah pesan ayat tersebut, yaitu agar kita menyatakan kesucian Allah dari segala yang tidak sesuai dengan keagungan-Nya sebagai penguasa langit dan bumi.
Keagungan Allah tidak dapat ditandingi oleh keagungan ciptaan-Nya, bahkan keagungan segala yang dipandang agung adalah berkat anugerah-Nya. Keagungan Allah tidak dapat diukur dan dibandingkan karena Allah lebih agung dari segala sesuatu. “… Kepunyaan-Nya segala apa yang di langit dan segala apa yang di bumi … Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat menjaga keduanya. Dan Dialah Al-‘Alîy Al-‘Azhîm.” (Qs. al-Baqarah: 255).
Hamba Al-‘Azhîm menyadari dirinya dan semua wujud ciptaan adalah kecil di hadapan Allah. Sekadar dengan melihat karya-Nya yang paling sederhana di alam raya, hamba Al-‘Azhîm akan merasa kerdil dan mengakui serta mengagumi kebesaran-Nya. Diri yang kerdil tentu tidak semestinya membangga-banggakan karyanya apalagi bersikap sombong di hadapan yang lainnya.
-----
Izza Rohman, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DKI Jakarta
Sumber: Majalah SM Edisi 17 Tahun 2018
https://suaramuhammadiyah.id/2021/07/31/al-azhim-yang-maha-agung/