Ini berbeda jika seandainya menggunakan kata yasriq (yang mencuri). Jika makna ini dipahami, maka yang baru sekali mencuri tidak harus dipotong tangannya.
Saat krisis ekonomi berlangsung, sang pencuri dapat terhindari dari sanksi tersebut. Sebagaimana kebijakan Sayyidina Umar r.a. pada masa am ar-ramadah tahun XVIII H. Kala itu, krisis pangan sangat mencekik masyarakat.
Semua syarat yang dijelaskan di atas, ini membuat jatuhnya sanksi potong tangan menjadi amat sangat langka. Terlebih, jika mengatakan kesulitan yang mencekam tidak hanya pada peristiwa yang menyentuh semua masyarakat, tetapi juga yang dapat dialami oleh setiap orang yang benar-benar terpojok.
Hal ini serupa seperti yang pernah diterapkan oleh Sayyidina Umar terhadap sekian sosok buruh yang bekerja pada Ibnu Hathib bin Abi Balta’ah yang kedapatan mencuri. Oleh karena itu, menurut Muhammad Quthub dalam bukunya Syubuhât Haula al-Islam, sepanjang 400 tahun sejak datangnya Islam, hanya enam kali sanksi potong tangan diterapkan.